(Tab Widget 2)

Selasa, 31 Januari 2017

SYEKH ABU SYUJA’ (ASCHAL Edisi 13)


MUTIARA DARI KOTA ISFAHAN

            Hampir diseluruh madrasah, pesantren, lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia, utamanya daerah Pulau Madura dan Pulau Jawa menetapkan sebagai materi kurikulum dan mempelajari kitab Ghayah al Ikhthisar atau yang biasa disebut dengan kitab matan at Taqrib
sebuah ringkasan ilmu fiqih Madzhab Syafii yang sarat dengan faedah dan butiran-butiran hikmah yang luas, sebuah kitab yang sangat pas dikaji dan dipelajari bagi pemula dan pelajar yang ingin belajar mensyarahkan serta mentahqiq dalam kajian ilmu fiqhi Syafii. Matan at Taqrib juga adalah mukhtasor yg terbaik dan mu'tabar yang pernah ada dalam Madzhab Syafii. Karya seorang Ulama besar Madzhab Syafi’I, beliau adalah Syihab al-Dunya wa ad-Din Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Asfahani al-Syafii, populer dengan panggilan Abu Syuja’, nama beliau dinisbathkan dengan al Asfahani karena beliau berasal dari Asfahan salah satu kota di Persia,Iran. Disebutkan juga bahwa beliau dinisbatkan kepada kota Abbadan sebuah wilayah terkenal di Basrah tempat tujuan untuk berkunjung (plesiran), yang termasuk batas daerah subur di Irak yang dahulunya adalah tempat pos-pos pertahanan kaum muslimin

            Beliau dilahirkan di kota Bashrah pada tahun 433 H/1042 M dan wafat pada tahun 593 H/1196 M. kealiman dan kewaraan beliau tidak diragukan lagi, banyak dari para Ulama berlomba-lomba mempelajari dan mensyarahi kitab Taqrib, kitab yang berbentuk kecil syarat akan kandungan-kandungan hukum fiqhi Imam Syafii. Salah satu kelebihan dari kitab yang dikenal  dengan nama kitab at-Taqrib ini adalah penulisannya yang simpel dan mudah dipelajari sehingga orang awam sekalipun akan dengan mudah memahami hukum-hukum fiqih dan permasalahan-permasalahann agama yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Diantara kitab yang telah mensyarahinya:
            Fath al-Qarib al-Mujib fi syarh at-Taqrib atau al-Qaul al-Mukhtar fi syarh Ghayat al-Ikhtishar, karya Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Gazzi, w. 918 H. Kitab ini sangat banyak dipakai sebagai bahan materi kurikulum di madrasah dan pesantren.
            Kifayah al-Akhyar fi Syarh al-Ikhtisar, karya Imam Taqiyuddin bin Muhammad al-Husaini al-Hishni ad-Dimasyqi, w. 829 H. kitab ini sebanyak dua jilid.
            al-Iqna’ fi Hall Alfazh Abi Syuja’, karya al-Khatib al-Syarbini.Dan juga masih banyak diantara yang  lainnya.

            Syekh Abu Syuja’ dijuluki dengan panggilan Syihabbuddunya waddin yang berarti bintang dunia dan agama. Julukan ini beliau peroleh ketika beliau menjabat sebagai seorang mentri pada Dinasti Bani Saljuk tahun 447H/1455M,Beliau dikenal sebagai orang yang pemberani di dalam pemperjuangkan keadilan, tidak peduli cacian, hujatan,dan kecaman dari pihak mana pun. Dan juga beliau dikenal sebagai seorang yang sangat darmawan. Syekh Abu Syuja’ memberikan seratus dua puluh ribu dinar kepada para Ulama dan orang-orang miskin.
Syekh Abu Syuja’ adalah salah satu Ulama Syafiiyyah yang hidup setelah tahun 500 H,beliau hidup dalam umur yang panjang sekitar 160 tahun,namun dalam umur yang begitu panjang keadaan fisiknya masih sangat kuat, tak ada satu anggota pun yang cacat, setelah ditanya beliau menjawab
“Aku tidak pernah menggunakan satu pun dari anggota tubuhku untuk bermaksiat kepada Allah. Karena pada masa mudaku aku meninggalkan maksiat, maka Allah menjaga tubuhku di usia senja.”

             Al-Qadhi Abi Syuja’ adalah salah satu pakar fiqih Madzhab Syafi’I setelah empat puluh tahun memperdalami fiqih Imam Syafii, beliau selalu menjadi rujukan para Ulama pada masanya. Diakhir hayatnya Syekh Abu Syuja’ mendalami kehidupan zuhud dengan menjadi abdi di Masjid Nabawi Madinatul Munawwarah. Menyapu, menghampar tikar, dan membersih-bersihkan di Masjid Nabawi. Hal ini dilakukannya sampai beliau wafat pada tahun 593 H/1196 M.
 al Qadhi Abu Syuja’ wafat di Madinah dan dimakamkan di Mesjid yang ia bangun sendiri di dekat Bab Jibril, sebuah tempat yang pernah disinggahi Malaikat Jibril. Letak kepalanya berdekatan dengan kamar makam Nabi dari sebelah timur.

            Kini memang Syekh Abu Syuja’ telah tiada, namun ilmu dan keagungannya masih tetap bersemi bak jamur dimusim hujan menyirami kalbu-kalbu yang haus akan keilmuan. Kemanfaatannya masih tetap bersinar laksana mutiara disamudra lautan.

*Sutrisno Farizy_NH/Aschal*

0 komentar:

Posting Komentar