(Tab Widget 2)

Kamis, 16 Februari 2017

KIYAI THOBRONI, PRIBADI YANG TAK PERNAH LELAH MENGEMBARA ILMU (ASCHAL Edisi 15)


KIYAI THOBRONI,
Pribadi Yang Tak Pernah Lelah Mengembara Ilmu
Beliau adalah KH. Thobroni seorang ulama dari tanah Madura tepatnya pada Desa Sabeneh Kec. Bangkalan Kab. Bangkalan, Sosok seorang pengembara ilmu yang tidak pernah puas akan mencari ilmu. Kesehariannya penuh dengan kesederhanaan, ketawadhu’an, serta keistiqomaan dalam belajar. Nama lengkap beliau adalah KH. Thobroni Abd Aziz bin KH. Abd Aziz bin KH. Abd Kadir (Sepupu daripada Syaichona Moh. Cholil Bangkalan). Putra–putri beliau adalah:
Nyai Hj. Baidho
KH. Abd. Aziz (Alm)
Nyai Hj. Hujjatullah
Nyai Hj. Hurriyah
Nyai Hj. Qinanah
KH. Abdullah Khon (Pengasuh PP. Al Aziziyah II)
Nyai Hj. Syifa’
KH. Abdullah Kuddus (Alm)
KH. Syaiful Qahhar (Pengasuh PP. Al Aziziyah I)
Kiyai Thobroni merupakan pendidik bagi putra-putri, santri serta masyarakat. Tak pernah lelah akan mencari ilmu adalah didikan yang diajarkan oleh Kiyai Thobroni kepada putra-putri dan santri-santrinya. Beliau juga selalu berpesan kepada putra-putrinya untuk jangan sekali-kali membedakan antara kiyai, guru yang pernah ditimba ilmunya. “Pernah saya sewaktu ke Surabaya bersama Kiyai Thobroni beliau berpesan, Senga’ nak ce’ sampe’ adeh bideaken antara guru, baik guru se aje’ ben guru’se lok eyajih pe padeh takdzimmeh be’en, pe padeh be’en de’ sekabbenah tan tretannah (Ingat nak jangan sampai kamu membeda-bedakan antara guru yang mengajarimu dan guru yang tidak mengajarimu secara langsung, samakanlah kepada seluruh saudara-saudaranya di dalam ketakdzimanmu),” Tutur Kiyai Taib salah satu menantu Kiyai Thobroni. “Beliau adalah seorang yang cinta akan mencari ilmu dan mengajar  bahkan seandainya beliau tidak sering sakit-sakitan beliau akan terus mengaji. Beliau memposisikan dirinya sebagai orang yang tidak mengerti akan ilmu pengetahuan sehingga beliau terus mengaji tanpa mengenal lelah,” Kenang Kiyai Taib.

Pendidikan Kiyai Tobroni dan Ketakdziman kepada gurunya
Semenjak masa mudah Kiyai Thobroni sangat menyukai ilmu pengetahuan. Berbagai macam ilmu beliau pelajari, tak ada waktu yang beliau lalui tanpa mengaji dan ibadah. Kiyai Thobroni mudah belajar langsung kepada Kiyai Muntaha Jangkebuan (Menantu Syaichona Cholil Bangkalan) dan kepada Kiyai Munthasor Demangan Barat Bangkalan (Menantu Kiyai Imran bin Syaichona Cholil Bangkalan) yang masih paman beliau sendiri tentang tepatnya tahun kapan beliau menimba ilmu kepada Kiyai Muntaha dan Kiyai Munthasar tidak diketahui. Kemudian beliau melanjutkan mondok di Sidogiri Pasuruan. Kiyai Thobroni ibarat angin yang terus berputar tak pernah lelah dalam mengembara ilmu pengetahuan walaupun beliau telah menjadi pemangku pesantren beliau tidak terus menerus hanya mengajar. Tetapi beliau masih tetap belajar dan mengaji pada para ulama. Beliau memposisikan dirinya sebagai orang yang tidak mengerti sehingga beliau tetap belajar dan menimba ilmu.
Di dalam kesuksesan mencari ilmu seorang Tholibul Ilmu tidak akan lepas dari yang namanya guru, peran guru sangat menentukan apa nantinya dia akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat apa tidak. Kiyai Thobroni adalah seorang sosok yang sangat mengagungkan guru dan mentakdziminya. Beliau tidak pernah membedakan antara satu guru dengan guru yang lain, baik guru yang berguru langsung atau tidak. Ketakdziman kepada gurunya terbukti ketika beliau kedatangan para masyaikh Sidogiri. Beliau langsung cepat-cepat bersalin baju dengan memakai baju gamis yang bagus dan memakai Imamah (surban) dengan sempurna itu semua beliau lakukan karena untuk mengagungkan sang guru. Kiyai Thobroni walaupun sudah menjadi kiyai besar beliau selalu menunjukan sifat ketawaduannya. Jika dalam suatu acara beliau diminta untuk membaca doa beliau selalu enggan kalau di tempat itu bertepatan ada sang guru, atau masyaikh yang lebih sepuh darinya, hal itu beliau lakukan karena kerendahan hati beliau dan sifat ketawaduaan beliau yang ditunjukan kepada gurunya.
Dakwah Beliau di Tengah-tengah Masyarakat
Pada masa orde lama sampai orde baru terjadi pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang di mana pergerakannya sangat meresahkan masyarakat, dan juga dapat mengancam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah dengan ajarannya, PKI bergerak ke plosok desa-desa dengan menyamarkan diri dengan mengatasnamakan dirinya Partai Kiyai Indonesia untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Dengan berdalih bahwasanya dirinya adalah kelompok Kiyai Indonesia banyak masyarakat yang tertipu. Hal ini dapat mengahancurkan sendi-sendi Islam Ahlussunah wal Jama’ah yang telah dibangun oleh para Wali Songo dan para Ulama setelahnya, Islam yang sesuai dengan ajaran Rasulullah dan para Sahabatnya. PKI telah banyak bergerak merusak akidah masyarakat. Kiyai Thobroni merupakan salah satu dari Ulama Bangkalan bergerak hatinya untuk meluruskan paham-paham sesat PKI yang mereka tanamkan ke tengah-tengah masyarakat. Kiyai Thobroni bahkan bersama Kiyai Abdullah Schal Demangan Cicit Syaichona Cholil berjuang bersama-bersama menghapus kepercayaan masyarakat bahwa PKI adalah kelompok Kiyai Indonesia. Perjuangan Kiyai Thobroni bersama Kiyai Abdullah tidaklah mudah, banyak batu sandungan yang menghalanginnya. Bahkan mereka berdua pernah ditangkap karena berorasi begitu keras. Kiyai Thobroni terkadang sampai berhari-hari tidak pulang ke rumahnya di karenakan pada saat itu tidak ada kendaraan sebagai sarana beliau berdakwah. Kiyai Thobroni harus berjalan kaki berkilo-kilo ke plosok-plosok desa, hal ini beliau lakukan demi untuk menyelamatkan agama Islam dari paham-paham yang berusaha merusaknya. Tak ada keluh kesah yang beliau rasakan dalam berdakwah. Pahit manisnya beliau rasakan dengan ikhlas semata-mata hanya mengharap ridho Allah Swt.
Pandangan Putra-Putri Kiyai Thobroni
Kiyai Thobroni adalah pendidik sejati (Murobbil Kamil) baik dalam keluarga dan bagi para santrinya. Penanaman sebuah karakter yang kuat dan kepribadian yang baik adalah yang diajarkan beliau kepada Putra-putrinya, Kiyai Thobroni dalam mendidik putra-putri tidak banyak dengan sebuah ucapan, tapi beliau mendidik langsung dengan sebuah prilaku. Ketika menjadi pengasuh pesantren Kiyai Thobroni-lah yang langsung mengajar para santrinya,Tanpa ada tenaga pengajar dari manapun.”Aba kadintoh taktoman mundut guru tugas deri kadimma bi saos, walaupun aba monduk neng Sidogiri aba tak mundut guru tugas, benni aba kadinto lokpercajeh dek guru tugas,tapeh karena aba kadinto ngajerih potra-potrenah ka angguy mekker sopajeh tak nang tenang selama e delem masa belajar” (Ayah tidak pernah mengambil guru tugas darimanapun, walaupun ayah mondok di Sidogiri ayah tidak pernah mengambil guru tugas, bukan karena ayah tidak percaya dengan kemampuan guru tugas, tapi itu adalah sebuah pelajaran dari beliau untuk putra-putrinya supaya tidak bersantai-santai dalam masa belajar),”Kenang Kiyai Syaiful Qohhar putra bungsu beliau. “Bahkan ketika saya sedang liburan pesantren ayah sering menanyakan sampai dimana mata pelajaran yang telah dihafal baik Sorrofnya, Imrithi bahkan sampai Alfiyahnya. Jadi ketika saya akan pulangan pesantren adalah moment yang paling saya takutin karena nanti sampai di rumah pasti akan ditanyakan seperti itu, hari-hari liburan pun diisi Tanya jawab. Hal itu yang mendorong saya dan saudara-saudara untuk benar-benar belajar dan tidak bersantai-santai selama mencari ilmu,” Imbuh Kiyai Syaiful.
Hingga sampai saat ini yang meneruskan pondok pesantren peninggalan Kiyai Thobroni adalah Putra-putri dan cucu beliau yang turun langsung mengajar dan membimbing para santri.
Wafatnya Kiyai Thobroni
Malam Ahad 5 Shafar 1408 H/28 September 1987 M, langit mendung di daerah Sabeneh terdengar isak tangis ribuan manusia, berita wafatnya Kiyai Thobroni langsung terdengar menyebar luas. Seorang Kiyai yang dikenal sangat Wira’i dan penuh ketawaduan ini akhirnya dipanggil Tuhannya untuk menghadapnya. Mulai dari putra-putri, kerabat, santri-santri beliau, sampai masyarakat luas  berbondong-bondong datang ke Sabeneh untuk bertakziah menyaksikan pemakaman Sang Guru terakhir kali. Wafat sudah Sang pembimbing umat namun jasa-jasanya tetap akan dikenang sepanjang masa. Beliau dimakamkan di komplek pesantren Sabeneh yang sekarang dikenal dengan nama Pondok Pesantren Al Aziziyah Sabeneh. Semoga segala kesalahan beliau diampuni dan diterima segala jasa dan amal kebaikannya oleh Allah Swt.  Amin.

Oleh : Sutrisno Farizy_NH

8 komentar:

  1. Mohon maaf ustadz, Bukankah kyai Thobroni di makamkan di Martajasah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. insyaallah Sesuai yang ada di berita tersebut ustadz... karena ini nara sumber langsung majlis keluarga yang di pp sebbheneh
      namun akan tetap kami koreksi (terimakasih atas masukkannya)

      Hapus
  2. bukannya dimakamkan di martajesah??

    BalasHapus
  3. ngebahas kyai fadli bin affan (bancaran) kapan ustadz/admin??

    BalasHapus
  4. insyaallah Sesuai yang ada di berita tersebut ustadz... karena ini nara sumber langsung majlis keluarga yang di pp sebbheneh
    namun akan tetap kami koreksi (terimakasih atas masukkannya)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf, Kiai Thobroni bin abd Aziz dimakamkan di martajasah. Jelas dengan papan nama nisannya di martajazah, sebelah tengah agak ke barat. Mungkin adminnya yg salah. Karena memang dari Nara sumber dan semua Masyayikh Sebaneh mengatakan makam kiai Thobroni di martajasah. Dan semua santri sebaneh jika ziarah kubur ke martajasah (Syaikhona Kholil) pasti menyempatkan ke makam kiai Thobroni

      Hapus
  5. Maaf, Kiai Thobroni bin abd Aziz dimakamkan di martajasah. Jelas dengan papan nama nisannya di martajazah, sebelah tengah agak ke barat. Mungkin adminnya yg salah. Karena memang dari Nara sumber dan semua Masyayikh Sebaneh mengatakan makam kiai Thobroni di martajasah. Dan semua santri sebaneh jika ziarah kubur ke martajasah (Syaikhona Kholil) pasti menyempatkan ke makam kiai Thobroni.

    BalasHapus