(Tab Widget 2)

Rabu, 04 Januari 2017

MENJAGA KELUARGA DAN AKIDAH KITA (ASCHAL Edisi 21)

Kiai Marzuki Mustamar
PWNU Jatim
Kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh aturan yang diterapkan, jika aturannya baik maka masyarakat pun menjadi baik, jika aturannya korup maka masyarakat pun menjadi korup, jika aturannya sesat maka masyarakat pun mudah menjadi sesat, inilah logika sederhana yang bisa kita gunakan untuk memahami kasus aliran-aliran sesat yang kerap kali bermunculan. Bagaimna cara untuk menghindarinya ? Langkah-langkah seperti apa yang paling efektif untuk mencegah aliran sesat ? baik itu pada diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar. Berikut ini penjelasan hasil  wawancara (Pimred Majalah ASCHAL) Agus Sholeh dan Syamsul Steven (Reporter Majalah ASCHAL) kepada salah satu ulama karismatik dan produktif KH. Marzuki Mustamar pengasuh PP. Sabilurrosyad Gasek Karangbesuki Sukun Malang yang di temui langsung oleh crew ASCHAL beberapa hari lalu di kediaman beliau.

Siapakah yang paling berperan penting dalam menyelamatkan kaum sunni dari aliram-aliran yang sesat kiai?
Semua orang itu pasti ingin selamat, dirinya sendiri ingin selamat, keluarganya, murid-muridnya, santri-santrinya, sanak familinya juga ingin selamat semua, begitu kan? kita sebagai keluarga besar, sebagai anak bangsa  ingin selamat juga, lebih besar lagi sebagai umat manusia juga ingin selamat. Selamat itu menurut kami sebagai manusia hidup sampai mati dalam kedaan membawa Islam wal iman sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Yang kita yakini sampai sekarang masih utuh, yang ada di dalam agama Islam yaitu al-Quran dan as-sunnah. Namun kebenaran hal tersebut perlu tahkik, juga penelitian yang lebih tentang beberapa hadits yang mungkin masih mu’talaf, lantas apa yang harus di selamatkan terlebih dahulu? yaitu diri kita masing-masing. Sesuai dengan apa yang Allah sabdakan dalam al-Quran surah at-Takrim ayat 6.
كًوْ اَنْفًسَكًمْ وَاَهْلِكًمْ نَارًا
Artinya: “Jaga dirimu, keluarga anak istri dari api neraka”
Pertama yang di perintahkan ayat di atas tersebut untuk menjaga diri kita sendiri dari api neraka, dalam artian kita harus  menyelamatkan diri kita sendiri terlebih dahulu, setelah diri kita sendiri telah selamat baru yang lainnya. Hati orang yang normal akan berkesimpulan sama, kebahagiaan, keselamatan itu belum lengkap sebelum seluruh anggota keluarganya juga selamat semua. Saya sendiri sebagai kepela keluarga rasanya tidak enak ketika makan sate sendirian, padahal anak istri kelaparan, atau makan enak di rumah padahal ada salah satu anak kita yang kebetulan di penjara, rasanya juga tidak tegakan kalau kita makan enak sementara ada salah satu anak kita yang di penjara. Jadi rumus kebahagiaan itu seperti itu, jadi keselamatan dan kebahagiaan itu semakin lengkap apabila dia dan seluruh keluarganya sudah selamat semua, sesuai dengan fitrah manusia yang seperti itu, al-Quran pun juga menyuruh untuk selamatkan dirimu dan seluruh keluargamu jangan sampai masuk neraka. Kewajiban orang menyelamatkan keluarga dan dirinya berarti itu kewajiban fitrah sebagai manusia yang normal, juga kewajiban agama dalam kata lain upaya serius untuk menyelamatkan diri dan seluruh anggota keluarganya itu sesuatu yang sesuai dengan hablum minalallah dan hablum minannas. Kalau ditanya siapa yang paling bertanggung jawab tentag keselamatan orang, keselamatam diri masing-masing, ya dirinya masing-masing kalau di tarik lebih luas yang paling bertanggung jawab terhadap keselamatan keluarganyanya, anak istrinya, ya kepala keluarga. Selain mempunyai tanggung jawab pada keluarganya, dia juga mempunyai tanggung jawab terhadap pribadai-pribadinya sendiri. Karena tidak mungkin kepala keluarga itu menyelamatkan anak dan istrinya kalau dirinya tidak ingin selamat, rasanya tidak mengkin saya gebukin anak tak karu-karuan untuk saya suruh sholat kalau dia sendiri tidak ada kemauan untuk sholat. Jadi masing-masing bertanggung jawab atas dirinya, tapi kita tidak menutup mata karena tidak semua manusia beruntung mempunyai bapak yang sadar akan pentingnya pendidikan terhadap anaknya. Meskipun idealnya menurut al-Quran harus bertanggung jawab terhadap anaknya tapi kenyataannya tidak, wong umur 20 sudah mempunyai anak yang perempuan umur 16 atau 17 sudah punya anak meski demikian kenyataannya di masyarakat ada yakni masyarakat awan yang lemah ekonominya, masyarakat yang termarginalkan, baik itu secara struktural sastemik atau “takdir” tapi yang jelas masyarakat yang lemah iman, kesadaran, ekonomi, pengalaman, lemah pendidikan itu ada.

Bagaimanakah peran orang tua dalam menyelamatkan anaknya dari aliran sesat yang kian merambat, bukan hanya ditinggkat kota tapi di pedesaan kian berkembang biak?
Peran orang tua terhdap anaknya dalam menyelamatkan anaknya dari aliran sesat sesuai dengan perintah masing-masing keluarga bertanggung jawab terhadap anak istrinya, namun kenyataannya di masyarakat yang bisa dilakukan hanya sekitar 10% mau masyarakat Jawa atau Madura, semua yang full bertanggung jawab pada anak dengan di ajari ngaji, di ajari akhlak, di doakan, malam tahajjud sekitar 10% itu, yang lain ya orang awam. Maka bagi yang sudah selesai menyelamatkan anak istrinya kemudian dia diberi harta melimpah, dia diberi waktu yang banyak dan ilmu yang di anugrahkan oleh Allah, tenaga juga ada, waktu juga ada. Malah orang-orang seperti ini setelah selesai bertanggung jawab atas keluarganya dia harus bertanggung jawab atas orang lain, maka ketika tokoh-tokoh ini urusan keluarga selesai maka dia harus menyisikan waktu untuk menyelamatkan masyarakat pula. Tapi pada masyarakat juga kita himbau meskipun anak-anak kalian sudah di madrasah dibimbing kiai bukan berarti lepas tangan, bagaimanapun orang tua yang awam ini juga mempunyai tanggung jawab dengan cara mendoakan anaknya, kerja yang benar supanya rizkinya halal. Jadi kalau anak yang di pondok diajari ilmu yang baik, di ajari ilmu yang jernih. Bedahalnya dengan orang tua yang dari rumahnya mengirimkan uang yang tidak halal. Jadi tanggung jawab orang tua itu harus tetap mengotrol anaknya sesekali sowan ke pondok, mendoa’kan, kerja yang benar, harus dikirimkan uang yang halal, karena bagaimanapun anaknya itu tidak selamanya di pondok, pasti ada hari-hari libur dan pulang ke rumah sehingga orang tua juga harus bisa mengkondisikan, kebiasaan di pondok tetap dilakukan di rumah seperti di pondok berjemaah maka kitika di rumah orang tua harus memerintahkan anaknya untuk berjemaah dan kebiasaan baik yang di lakukan di pondoknya. Nah peran orang tua yang awam kami harapkan yang seperti itu. Terkadang ada orang tua yang tidak peduli ketika anaknya ada di pondok, sudah apa kata kiai, orang tua lepas tangan begitu saja. Tidak seharusnya orang tua pasrah sepenuhnya pada kiai, karena kiai dan ustad itu hanya membantu, sejatinya adalah kewajiban orang tua. Perlu diketehui juga jumlah kiai terbatas, kemampuannya juga terbatas karena kiai hanya mempunya ide sebagai metode tapi tidak mempunyai kewanangan untuk memaksa, padahal sejatinya tidak semua masyarakat bisa menerima hal itu, tidak semua masyarakat bisa paham dengan ceramah kiai.

Pentingkah pemerintah ikut berperan aktif untuk mencegah masuknya aliran sesat tersebut, mengingat banyaknya aliran-aliran yang hampir menguasai dan mendoktrin pemuda indonesia dengan paham aliran sesat itu?
Kami rasa perlu adanya umaro atau sulton, aparat dan segala perangkat hukum, yang mana sangsi dan hukumannya di tegakkan untuk mengantisipasi tersebarnya faham-faham aliran sesat tersebut, kalau ada masalah yang baik-baik cukup para kiai dan ulama yang menanganinya, apabila ada masyarakat yang tidak mau diatur apa katanya sendiri maka ini perlu adanya sulton untuk membina mereka, memberi sangsi pada mereka yang semuanya itu bukan dalam rangka menyengsarakan orang-orang nakal itu, tapi dalam rangka mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. Biasanya kalau ada maling yang terlibat nerkoba di tangkap, itu tugasnya polisi dan aparat hukum dengan memberikan semua sangsinya dengan memasukkan ke dalam penjara. Setelah itu tugasnya kiai dan para ustad untuk memberikkan kesadaran, makanya sekarang penjara di Malang sudah ada seperti miniatur pesantren. Jadi ada kegiatan jam sekian mengaji, jam sekian jemaah, uapaya ini harus terus ada kesinambungan dengan harpan masing-masing peribadi adanya kesadaran diantara mereka, terus mereka yang lemah di bantu oleh para ulama untuk membina anak-anknya. Kemudian mereka yang tidak bisa di bina dikarenakan nakal atau tidak tau dan sebagainya, di serahkan pada pemerintah atau aparat untuk di cebloskan ke penjara, tapi tujuan di hukum ini bukan untuk di sengsarakan, bukan unuk di bunuh tapi untuk dikembalikan pada jalan yang benar dan agar kejahatan tersebut tidak menular pada yang lainnya. Kalau pemerintahnya ini terus adil, ulamanya adil, orang tua sering mengirim doa dengan memberi nafkah yang halal. Harapan kita kalau seperti itu insya Allah angka kegagalan itu kecil, dan wajar kalau kita gagal karena kita manusia tidak ada yang sempurna, kesempurnaan hanya milik Allah. Kewajiban kita berusaha maksimal termasuk ada koordinasi antar semua bagian dan semua lini.

Langkah kongkrit apakah yang paling efektif dalam menanggulangi adanya aliran tersebut ?
Kita sebagai umat manusia, peribadi dari keluarga dan masyarakat yaitu upaya menyelamatkan dari apapun yang menyebabkan nanti tidak selamat dan yang menyebabkan tidak selamat itu seperti kafir, murtad, munafiq dan semuanya yang sesudah sebutkan dari itu harus dengan upaya keras untuk menghindarkan dirinya, keluarganya, masyarakatnya dan rakyatnya dari ke sesatan jangan sampai ada istilah murtadisasi kepada masyarakat awam baik itu kristenisasi kemudian tadklil, upaya menyesatkan umat dengan aliran-aliran baru, seperti kafatar, musadik dan nabi baru dan aliran sesat lainnya itu harus segera ditangani. Jadi upayakan semua itu iman dan Islam secara benar, perilaku tidak benar itu mungkin karena ilmunya juga tidak benar makanya semua orang tua, kiai dan pribadi terus menyebarkan ilmu yang benar, bagimana akidah yag benar, cara mendidik yang benar, sholat yang benar mulai toharoh dan seterusnya. Bagaimana cara bergaul yang benar, bagaimana memimpin yang benar karena ilmu itu harus terus, setelah ilmunya benar tidak semua orang itu perilakunya benar kadang-kadang sudah berilmu perilakunya salah itu berawal dari hati yang tidak benar, seorang seperti kiai dia memimpin tahlil dan seterusnya tapi terkadang dia ingin menjatuhkan kiai yang lain, orang seperti ini bukan karena ilmunya salah tapi karena hatinya yang salah karena dikuasai nafsu dan keserakahan, dengki, dendam dan seterusnya. Sanak family habis pilkada terus bertengkar bukan ilmunya yang salah tapi hatinya yang salah, yang menang sombong dan yang kalah sakit hati, padahal tidak perlu yang menag sombong dan yang kalah sakit hati, supaya yang kalah ini tidak sakit hati maka sebaiknya usai pilkada di adakan perkumpulan bersama ulama yang kalah di undang dan yang menang di undang supaya baikan lagi dinasehati oleh para ulama. Jadi wajib menyelamatkan diri dari apapun yang membuat celaka seperti yang sudah saya sebutkan tadi di atas. Selain itu yang membuat celaka adalah amal gak benar, haji gak benar, sholat gak benar karena itu ilmunya gak benar maka seharusnya kiai atau dai harus teres menyampaikan pengajian di pondok-pondok, di hutbah baik itu di tv atau di radio diisi dengan ceramah agar ilmunya benar, kalau ilmunya benar maka amalnya juga ikut benar. Setelah semua itu benar maka hati juga harus benar kalau akidahnya benar, amalnya benar, ilmunya benar, hatinya benar insya Allah orang-orang ini akan selamat. Nah satu hal yang menyebabkan amal tidak benar itu karena akidah tidak benar, akidah atau aliran yang tidak baner. Menurut kami semua akidah atau aliran yang jelas-jelas menyimpang dari al-Quran dan hadits mungkin sepintas tidak menyimpang tapi ini bukan hanya akidah, ini gerakan untuk mempengaruhi umat, punya tujuan tertentu, program tertentu, punya visi dan misi tertentu.

Pentingkah pemerintah ikut bereran aktif untuk mencegah masuknya aliran sesat tersebut, mengingat banyakya aliran-aliran yang hampir menguasai dan mendoktrin para pemuda Indonesia dengan paham sesat itu?
Menurut kami kahadiran pemerintah untuk menindak tegas kelompok-kelompok yang merusak Islam atas nama Islam karena intelejen pemerintah apapun itu pasti tau gerak gerik aliran tersebut. Kami mohon pihak intelejen tidak main-main dengan agama, kasian umat karena umat ini tidak tau karena di ajak baik-baik mareka ikut apalagi ada duitnya. Kayak kafatar itu, sudah tau kayak itu dokter-dokter pada ikut tapi awalnya memang manis di ajak sholat dhuha, membantu anak yatim dan lainnya. Tapi setelah mereka mulai terjerat di belokkan, seperti terlepas aliran Wahabi itu benar apa tidak. Bahkan menurut salah satu kitab di balik orang Wahabi itu Kristenya si pendiri Wahabi Muhammad bin Abdul Wahab, itu murid dari Jeffi Hemper dan dia mata-mata intelejen Inggris, makanya Wahabi itu di desain untuk terus meruwetin Islam, negara manapun yang di masuki Wahabi mesti ruwet bisa jadi teman-teman Wahabi salafi bilang benar ini sunah, ya kalau anda sudah jadi kelompok itu, lah jadi gerakan ini diarahkan kemana, arahan untuk menyatuhkan Islam atau diarahkan untuk memecah belah Islam atas nama sunah. Seharusnya  mesti kembali ke sunah tentang bidah, tapi memecah belah, beda dengan gerakan yang gerakan itu dari Islam dan untuk Islam seperti wali sogo itu tidak ada campur tangan orang asing, ini dari interen Islam tidak ada niat sedikitpun untuk memecah belah Islam mereka itu anti keliru, itupun kalau keliru berijtihad bukan keliru yang di sengaja, yang begini menurut kami berlakulah hadits nabi yang artinya barang siapa yang berijtihad kemuian ijtihadnya benar maka akan mendapatkan dua pahal, dan apabila ijtihadnya salah mendapatkan satu pahala. Tapi kalau sudah ikut kelompok yang arahnya sudah menguntungkan Keristan, arahnya menguntungkan Yahudi, kayak di Syiah ada Abdullah bin Saba, dia itu siapa? dia orang Yahudi jadi menurut kami sesat itu secara konten menentang orang sunah, menentang ijmak itu sesat, arti yang kedua secara konten mungkin tidak menentang tapi gerbong ini miliknya orang non Islam yang bertanggung jawab pada semua. Karena masyarakat awam tidak mengert, jadi pemerintah, hakim dan ulama harus lebih serius lagi, ulama jangan pernah bertengkar, semua harus barsama dan BIN itu harus jujur HTI itu siapa BIN harus jujur, di balik kafatar BIN harus jujur, di balik NII BIN juga harus jujur, di balik MTA solo BIN harus jujur sehingga ulama-ulama itu bisa profesianal. Kadang-kadang kalau kami tidak tau malah memancing ulama marah, setelah ulama marah maka ada alasan bagi pihak tertentu untuk menjebloskan ulama, hal sedemikkian itu tidak seharusnyaa terjadi.
Adakah saran dari Kiai untuk semua kaum sunny dalam menyelamatkan keluarga dari paham-paham sesat dan lain sebagainya tersebut?
Itu tadi koordinasi antar semua lini, semua pihak jangan sendiri-sendiri, nanti kiai saja tanpa MUI, bisa jadi kiai pondok dan MUI malah bertengkar karena tidak terkoordinasikan dengan baik. MUI sudah baik, NU juga, Muhammadiyah dan komunitas pesantren baik semua, tapi tidak bersama dengan aparat malah kadang-kadang kita yang di bilang anarkis, maka kita harus bareng-bareng. Kalau sifatnya menindak kita harus melibatkan semua pihak tapi kalau sifatnya memberitahu dan memberikan kesadaran pada warga ya monggo tidak semua pihak itu, karena kita kaum pesantren berbuat sebisa kita masing-masing, MUI juga sepeti itu, tapi kalau sudah ada tindakan harus semua. Terus menurut kami sendiri maaf sebelumnya. Wahabi sejak kira-kira 130 tahun yang lalu sudah ada, kemudian Syiah, dari dulu memang ada. Nah bagaimana pribadi-pribadi kiai Ahlussunnah wal Jamaah menyikapi Syiah, saya kira tidak jauh seperti imam Syafii menyikapi Syiah tidak jauh dari imam-imam madhab menyikapi Syiah dan Mu’tazilah yang sejak zaman Abbasiyah Harun Arrosyid, al-Makmun yang pada waktu itu raja-rajanya Mu’tazilah, ternyata menurut sejarah mencatat imam-imam madhab pada zamannya tidak pernah membangun kekuatan dan memberontak kepada raja Mu’tazilah, saya kira sebaiknya yang sekarang juga seperti itu, yaitu kiai-kiai yang menentang tentang aliran seperti ini tirulah Imam Syafii, tidak perlua pakek gerakan fisik, itu tugasnya aparat, yang bisa di lakukan kiai usul atau mendesak aparat supaya segera menindak aliran sesat tersebut. Jangan sampai kiai dan santrinya turun sendiri pakek pentung, ini yang dilihat orang Kristen Islam perang saudara, tapi kalau yang di lakukan kiai laporkan aparat dan ditindak oleh aparat itu memang haknya. Saya sendiri kurang pas kalau kiai bertidak sendiri, itu tidak di contohkan oleh Imam Syafii. Ulama kita itu cerdas yang antipatinya kepada Syiah tidak sampai mendorong ulama-ulama itu perang saudara, tidak ada imam Syafii mengajak perang dengan Syiah tapi dengan hujjahnya yang luar biasa mampu mengalahkan tokoh Syiah sekaligus. Kayak al-Azhar itu yang mendirikan adalah dinasti Fatimiyah yaitu Syiah meskipun itu didirikan oleh kaum Syiah ulama-ulama dari dulu tidak antipati dengan kekerasa al-Azhar mereka melihat al-Azhar itu pusat ilmu. Malah banyak keinginan untuk mesuk ke al-Azhar menjadi dominan di al-Azhar, ternyata meski didirikan oleh dinasti Fatimiyah hingga sampai sekarang yang memegang kendali adalah kaum Sunny, yaitu Ahlussunnah Wal Jamaah. Andaikan dari dulu ulama-ulama itu ambisi memerangi mereka yang Syiah maka hilanglah al-Azhar, ea kan ? nah kalau bisa begitu mungkin sikap-sikap kiai sepuh di mana-mana dengan Syiah mereka juga tentu anti gak rela kalau di olok-olok dan di hina-hina sampai di kafirkan, tapi cara mensikapi Syiah itu santri dan muridnya diberikan pemahaman tentang sesatnya ajaran Syiah. Tapi dalam muamalah sehari-hari mereka tidak apa-apa. Misalnya ada acara manten di suguhi yang kebetulan tetangga yang Syiah datang, nah itu bagi kiai sepuh malah kesempatan untuk ngomong-ngomong dalam suasana enak bukannya dalam suasana marah untuk memasukkan idenya, mungkin satu dua poin malah masuk, kalau di gebukin, pertama-tama akan merusak citra Islam perang saudara, yang kedua membuat kebencian yang ketika itu tidak mungkin ide-ide Ahlussunnah dia terima orang dia dikarenakan terlanjur marah. Nah itu yang menurut kami supaya masing-masing pihak bertindak secara profesional, yang berhak menindak aparat, kita hanya melaporkan bahkan mungkin bisa mendesak tapi jangan sampai terjadi pertentangan antar kelompok, apabila itu sampai terjadi pertentangan antar kelompok sebenarnya kita sudah terpancing dengan teori karmax yang sebetulnya dia itu Yahudi dia mempunya teori yang  krastragel memebuat pertentangan dan perpecahan antar kelompok, maka anda dan kelompokmu bisa hadir seperti menjadi pahlawan kesiangan, saya hawatir itu untuk di ciptakan seperti itu.

Sebetulnya kalau mau terus ingin menegakkan kebenaran, sesuai dengan sabda nabi yang artinya sampaikanlah padaku tentang kebenaran walaupun itu menyakitkan, sampaikanlah padaku kebenaran walau hanya satu ayat, saya tidak akan pernah tau kecuali ada yang menyampaikannya. Inilah perannya para ulam-ulama dan tokoh-tokoh sunny yang semestinya di aplikasikan, ada saja sebenarnya satu dua orang yang dulunya salafi Wahabai kembali ke Sunny, yang dulu moh dengan tawasul dan haul akhirnya mau, jadi siapapun yang telaten yang itu ternyata di baca oleh orang di luar NU hasilnya sekarang sudah banyakkan, orang Muhammadiyah yang gak mau Thalil, gak Ziarah sekarang sudah banyak kan? rombongan orang Muhammadiyah seperti Pak. Amin Rais sudah tahlil, Prof. Syafi Maarif juga tahlil. Baru-baru ini saya pengajian dengan Habib Musthofa Tuban, Bangil dia mantunya Kiai Misbah yang dulunya Syiah, mantan Yapi, sekarang sudah kembali ke Ahlussunnah Wal Jamaah, ya kalau dulu di gebuki kan malah anti pati, dan ketulusan hati, niat yang lurus full karena Allah dan di dukung dengan hujjatul balighoh, argumentasi yang kuat dan kebersamaan tentu gak kalah wajib di doa’kan semua, supaya yang Wahabi yang Syiah itu di berikan hidayah dan kembali ke Ahlussunah Wal Jamaah, jangan ada nafsu karena menurut saya itu perlu.

0 komentar:

Posting Komentar