(Tab Widget 2)

Jumat, 13 Januari 2017

KEAGUNGAN RAHMAT DAN BERKAH PEMBACAAN MAULID NABI (ASCHAL Edisi 11)


Secara empiris maulid Nabi Muhammad SAW, yang mayoritas dibaca serta telah tersebar luas, populer,dimasyarakat Indonesia, khususnya, di pulau Madura adalah Maulid Ad-dibaiy dan Maulid Al-habsyi yang dibaca secara slow maupun deklamasi. inilah indikasi kongkrit  rasa cinta setiap qalbu,  insan umat Muhammad   SAW manusia kamil dan terpuji yang tak akan pernah terdegradasi, terkikis oleh globalisasi  zaman.
potret kultur masyarakat madani Madura yang fanatisme kepada nilai-nilai agama, ulama perlu diacungi jempol secara holistik. Begitu juga, nilai-nilai fanatisme, pengagungan mereka terhadap riwayat hidup baginda Nabi SAW yang diarsipkan melalui risalah kitab-kitab Maulid oleh para ulama salaf. Tulisan ini akan menyoroti mengenai keagungan masalah pembacaan Maulid Nabi SAW. Yang mana para sahabat dan tabi’in memberikan persepsi yang berbeda-beda atas keagungan, rahmat serta berkah membaca maulid Nabi SAW.
Saiyyidina Ali k.w  berpartisipasi melontarkan sebuah statement dalam kitab An-ni’mah al-kubra ‘alal ‘alam, bahwasanya ”Barang siapa yang menginfakkan sebagian hartanya di karenakan mengagungkan kelahiran baginda nabi SAW dan ia menjadi penyebab pembacaan maulid tersebut. Maka tidak akan meninggal kecuali membawa iman, masuk surga tanpa hisab. Abu Bakar As-siddik berkata ”Barang siapa menginfakkan hartanya satu dirham untuk pembacaan maulid SAW, maka akan menjadi temanku kelak di surga. Maka tak heran jika Hasan Al-basry berkata “Aku senang seandainya aku mempunyai harta emas sebesar gunung Uhud yang dinafaqahkan untuk pembacaan maulid Nabi SAW.
Sedangkan jika ditelisik dari fase-fase rahmat, dan barakah juga sangat luar biasa sekali. Apabila dibacakan pada air dan kemudian diminum, niscaya seribu rahmat, cahaya yang terpancar kedalam hatinya serta sirna seribu penyakit dari dalam hatinya. Asumsi ini dilontarkan oleh Imam Fakhruddin ar-Rozi (meninggal 606 H atau 1209 M di Hirrat)
Imam Sirryi Asy-syaqati (meninggal 251H\865M di Baghdad) adalah termasuk mursyidnya Imam juned Al-baghdadi dari thariqah as-Syadziliyah berpendapat “Barang siapa membaca maulid Nabi SAW disuatu tempat maka dia telah bermaksud untuk mendatangi taman dari taman surga, karena seseorang tidak mungkin datang ketempat itu, kecuali karena kecintaannya kepada Nabi SAW dan sesuai dengan sabdanya “Barang siapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku kelak disurga.”
Sulthanul Al-’arifin Imam jalaluddin As-suyuti Asy-syafi’I (meninggal 119 H\1505 M di Kairo) berkata dalam kitabnya al-Wasail fii Syarhi Syamail, “Barang siapa membaca maulid Nabi SAW di rumah, di masjid atau suatu tempat yang baik untuk membaca shalawat, maka para malaikat telah memenuhi rumah, masjid atau tempat tersebut dengan memintakan rahmat dan keridhaan kepada ahlinya.”
Pada zaman ini pembacaan maulid juga mengalami transformasi yang luar biasa,  dikolaborasikan  dengan pujian dan syair-syair melalui qasidah-qasidah Arab dan alat-alat musik  disela-sela pembacaannya. Hal tersebut memberikan sugesti yang luar biasa dan semarak untuk lebih semangat bershalawat hingga menjadi sebuah komunitas yang khusu’ disaat membaca shalawat.
Ada sebuah maqalah orang Jawa  “Iso-ora iso, enak ora enak sing penting shalawatan” (red: Jawa) sebuah motivasi untuk selalu semangat dalam bershalawat sebagai sugesti untuk mendapatkan syafaat dari baginda Nabi SAW kelak di padang mahsyar.
Di satu sisi dia akan mendapatkan pahala yang berlimpah ruah. Bayangkan saja, satu kali membaca shalawat akan mendapatkan pahala 10 x lipat, jika membaca 100 x maka akan mendapatkan balasan 1000 x lipat dan saldo ini bukan termasuk dari perkara  riba, bahkan balasan dari pengimplikasiannya.
Oleh : Yasir Arafat santri + aktivis STAIS PPSMCH)

.
  

0 komentar:

Posting Komentar