Secara empiris maulid Nabi Muhammad SAW, yang
mayoritas dibaca serta telah tersebar luas, populer,dimasyarakat Indonesia, khususnya,
di pulau Madura adalah Maulid Ad-dibaiy dan Maulid Al-habsyi yang
dibaca secara slow maupun deklamasi. inilah indikasi kongkrit rasa cinta setiap qalbu, insan umat Muhammad SAW manusia kamil dan terpuji yang tak akan
pernah terdegradasi, terkikis oleh globalisasi
zaman.
potret kultur masyarakat madani Madura yang fanatisme kepada
nilai-nilai agama, ulama perlu diacungi jempol secara holistik. Begitu juga, nilai-nilai fanatisme, pengagungan mereka terhadap riwayat hidup baginda
Nabi SAW yang diarsipkan melalui risalah kitab-kitab Maulid oleh para
ulama salaf. Tulisan ini akan menyoroti mengenai keagungan
masalah pembacaan Maulid Nabi SAW. Yang mana para sahabat dan tabi’in memberikan
persepsi yang berbeda-beda atas keagungan, rahmat serta berkah membaca maulid Nabi SAW.
Saiyyidina Ali k.w berpartisipasi
melontarkan sebuah statement dalam kitab An-ni’mah al-kubra ‘alal
‘alam, bahwasanya ”Barang siapa yang menginfakkan sebagian hartanya di karenakan
mengagungkan kelahiran baginda nabi SAW dan ia menjadi penyebab pembacaan maulid
tersebut. Maka tidak akan meninggal kecuali membawa iman, masuk surga tanpa hisab. Abu Bakar As-siddik berkata
”Barang siapa menginfakkan hartanya satu
dirham untuk pembacaan maulid SAW, maka akan menjadi temanku kelak di surga.
Maka tak heran jika Hasan Al-basry berkata “Aku senang seandainya aku mempunyai harta emas sebesar gunung Uhud yang dinafaqahkan untuk pembacaan maulid Nabi SAW.
Sedangkan jika ditelisik dari fase-fase rahmat, dan barakah juga sangat
luar biasa sekali. Apabila dibacakan pada air dan kemudian diminum, niscaya
seribu rahmat, cahaya yang terpancar kedalam hatinya serta sirna seribu
penyakit dari dalam hatinya. Asumsi ini dilontarkan oleh Imam Fakhruddin ar-Rozi (meninggal 606 H atau 1209 M di Hirrat)
Imam Sirryi Asy-syaqati (meninggal 251H\865M di Baghdad) adalah termasuk
mursyidnya Imam juned Al-baghdadi dari thariqah as-Syadziliyah berpendapat “Barang
siapa membaca maulid Nabi SAW disuatu tempat maka dia telah bermaksud untuk
mendatangi taman dari taman surga, karena seseorang tidak mungkin datang
ketempat itu, kecuali karena kecintaannya kepada Nabi SAW dan sesuai dengan
sabdanya “Barang siapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku kelak disurga.”
Sulthanul Al-’arifin Imam jalaluddin As-suyuti Asy-syafi’I (meninggal 119
H\1505 M di Kairo) berkata dalam kitabnya al-Wasail fii Syarhi Syamail, “Barang
siapa membaca maulid Nabi SAW di rumah, di masjid atau suatu tempat yang baik
untuk membaca shalawat, maka para malaikat telah memenuhi rumah, masjid atau
tempat tersebut dengan memintakan rahmat dan keridhaan kepada ahlinya.”
Pada zaman ini pembacaan maulid juga mengalami transformasi yang
luar biasa, dikolaborasikan dengan pujian dan syair-syair melalui qasidah-qasidah
Arab dan alat-alat musik disela-sela
pembacaannya. Hal tersebut memberikan sugesti yang luar biasa dan semarak untuk lebih semangat bershalawat hingga menjadi sebuah komunitas yang khusu’
disaat membaca shalawat.
Ada sebuah maqalah orang Jawa “Iso-ora
iso, enak ora enak sing penting shalawatan” (red: Jawa) sebuah motivasi
untuk selalu semangat dalam bershalawat sebagai sugesti untuk mendapatkan
syafaat dari baginda Nabi SAW kelak di padang mahsyar.
Di satu sisi dia akan mendapatkan pahala yang berlimpah ruah. Bayangkan saja, satu kali membaca shalawat akan mendapatkan pahala 10 x lipat, jika membaca 100 x maka akan mendapatkan balasan 1000 x lipat dan saldo ini bukan termasuk dari perkara riba, bahkan balasan dari pengimplikasiannya.
Oleh
: Yasir Arafat santri + aktivis STAIS PPSMCH)
.
0 komentar:
Posting Komentar