(Tab Widget 2)

Rabu, 04 Januari 2017

ISTIQOMAH DAN DISIPLIN DI DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN SEHARI-HARI (ASCHAL Edisi 20)


Mungkin belum kita ketahui sepenuhnya tentang Kiai yang lebih memilih hidup sederhana daripada hidup mewah di dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Beliau juga tidak mempunyai keinginan hidup berkeduniaan, karena menurutnya hidup berkeduniaan bukanlah bahan utamanya. Beliau adalah seorang sosok  Kiai yang selama hidupnya tidak pernah berhutang kepada orang lain, beliau tidak pernah meminjam uang untuk membeli sepeda Motor dan membeli Mobil. Sampai saat ini juga, beliau juga tidak memiliki hutang sepeser pun. Dan beliau pernah berpesan kepada putra-putrinya “kalau masalah dunia ambil seadanya saja, jangan sampai berlebihan”.
Nasab Beliau Sambung kepada Syaichona Moh. Cholil Demangan
Pada tahun 1943 M, lahirlah seorang anak yang berna lengkap KH. Abdul Muu’ty Cholili dari dua pasangan KH. Cholili bin Abdul Latif dengan Nyai. Naimah binti KH. Imron yang mana secara beliau (Kh. Cholil) mengawini bibiknya, karena lebih dekat Nyai Na’imah dibandingkan KH. Cholili kepada Syaichona Moh. Cholili. Secara Nasab beliau adalah Cicit  Syaichona Moh. Cholil Demangan Barat Bangkalan.
Ketika KH. Abdul Mu’ty masih kecil, beliau  sudah tidak  merasakan lagi yang namanya kasih sayang dari seorang  ibu. Karena, ketika ibundanya melahirkan putra ketiganya, pada waktu itu juga ibundanya menghembuskan nafas terakhir yang ketika itu beliau masih berumur tujuh Tahun.
Setelah Ibu KH. Abdul Mu’ty berpulang ke rahmatullah, beliau dibesarkan oleh ayahandanya (KH. Cholili) dan dibantu oleh salah satu santri yang setatusnya menjadi khaddam (kabuleen madura red) kiai. Bukan Cuma KH. Abdul Mu’ty yang tidak merasakan kasih sayang dari ibundanya, begitu pun KH. Ahmad Juwaini kakak beliau dan juga KH. Abdul Mughni adik beliau juga tidak pernah merasakan kasih sayang dari ibundanya.
Beliau mempunyai empat belas saudara, yang tiga sauada syaqiq (saudara kandung laki-laki) yaitu KH. Ahmad Juwaini, KH. Abdul Mu’ty dan KH. Abdul Mughni. Ketiga saudara laki-laki itu terlahir dari seorang ibu yang nasabnya sambung dengan Syaichona Moh. Cholil dan saudara beliau yang lainnya dilahirkan oleh istri kedua KH. Cholili yang bukan dari keturunan Syaichona Moh. Cholil.
Pendidikan KH. Abdul Mu’ty Cholili
Dalam segi pendidikan, beliau itu non formal dan non pesantren. Karena beliau itulah yang mengurusi adik-adiknya yang masih kecil dari istri kedua KH. KH. Cholili untuk menuntut ilmu. Walaupun tidak 100%  membiyayai adik-adiknya untuk sekolah dan mondok di pesantren, tapi bisa dibilang diatas 50%.
Dulunya beliau memang mempunyai inisiatif untuk sekolah dan menuntuk ilmu di pesantren, namun hal itu tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Ketika beliau mengungkapkan keinginannya untuk mondok di pesantren selama satu tahun kepada ayahnya, ayah beliau tidak mengijinkannya dan ayah beliau berkata kepada KH. Abdul Mu’ty bahwasanya beliau tidak akan di mondokkan di mana-mana, mulai dari itu beliau itu tidak pernah merasakan suasana menjadi seorang santri.
Walaupun beliau tidak di mondokkan di pesantren, pada masa mudanya beliau itu diperintahkan oleh ayahnya untuk mengaji kepada ayah KH. Munawwar (pasar kapoh) yang mana kakak perempuan dari KH. Munawwar itu adalah istri kedua dari Ayah KH. Abdul Mu’ty. Di sanalah beliau bisa mengarungi ilmu agama walaupun ilmu tersebut tidak seberapa.
Memang dari ketiga saudara yang tidak pernah mondok dan sekolah adalah KH. Abdul Mu’ty sendiri. Walaupun beliau tidak pernah tahu bagaimana suasana di sekolah dan pesantren, beliau tidak kalah cerdas dengan kakan dan adik beliau.
Pindah ke Dul Kariman (PP. Sirojul Cholil)
Sebelum beliau pindah ke tempat Dul Kariman. Dulu di sana adalah tanah milik Syaichona Moh. Cholil yang di hadiahkan oleh Sultan kepada Syaichona Moh. Cholil. Setelah itu, tanah milik Syaichona Moh. Cholil itu turun kepada putrinya yang bernama Nyai. Khotimah, namun istilahnya bukan dari Syaichona Moh. Cholil di wariskan kepada Nyai. Khotimah, tapi lokasi tersebut dijual oleh Syaichona Moh. Cholil kepada Nyai. Khotimah untuk memberangkatkan istrinya Syaichona Moh. Choli yang terakhir ke Mekkah menunaikan ibadah Haji, sehingga tanah itu di beli oleh Nyai. Khotimah.
Akhirnya tempat itu dimiliki oleh Nyai. Khotimah dan juga suaminya yang bernama KH. Thoha (KH. Muntaha bin Kaffal). Kemudian, setelah Syaichona Moh. Cholil wafat. Lokasi di Dzul Kariman (PP. Sirojul Cholil) tidak ada yang menempati. Kalau di masa Syaichona Moh. Cholil dulu, ketika beliau ingin jalan-jalan di sekitar bengkalan utamanya yang mau mengarah ke Utara itu pasti mampir ke dalemnya yang di Dzul Kariman. Setiap saat beliau pasti mampir ke dalemnya itu.
Setelah Syachona Moh. Cholil wafat. Sekian puluhan tahun lokasi di Dzul Kariman itu fakum karena tidak ada yang menempati. Sekitar 85 tahun lebih tempat itu di tanggalkan oleh Syaichona Moh. Cholil, lalu lokasi tersebut di tempati oleh tukang becak dan orang-orang berdagang. Tapi, secara transaksi mereka itu statusnya ngontrak (menyewa) kepada KH. Cholili bin Abdul Latif (ayah Kh. Abdul Mu’ty Cholili).
Namun, orang-orang yang menetap di Dzul Kariman tersebut mengaku bahwa tanah yang di tempatinya itu adalah miliknya sendiri, karena memang sudah puluhan tahun mereka menetap di sana dan mereka juga banyak yang melahirkan di sana. Jadi, akhirnya untuk mengusir mereka yang sudah lama menetap di sana itu sangat kesulitan.
Ketika beliau ingin pindah ke Dzul Kariman, beliau sangat kesulitan sekali karena orang-orang yang menetap di sana lebih tua dibandingkan dengan KH. Abdul Mu’ty. Pernah dulu ayah beliau mengatakan kepada putra-putrinya bahwa tidak ada yang bisa mengusir orang-orang yang mengontrak di sana walaupun beliau ingin mengeluarkan mereka dari tempat tersebut, sehingga KH. Cholili menawarkan kepada putra-putrinya “sapah-sapah sebisa mengusir oreng se bedeh neng di Dzul Kariman lauwes tempat jiah lakala” (barang siapa yang bisa mengusir orang yang ada di Dzul Kariman ya sudah tempat itu diambil) dauh beliau kepada putra-putrinya. 
Kemudian putra-putrinya Kh. Cholili mencoba untuk mengusir orang-orang yang berada di Dzul Kariman, mulai dari kakak Kh. Abdul Mu’ty yang pertama kali mencoba untuk mengusir orang-orang tersebut namun apa yang telah di lakukan oleh kakaknya sia-sia. Orang-orang tersebut masih saja menetap di Dzul Kariman itu. Setelah itu adik dari Kh. Cholili juga ingin berpartisipasi untuk melakukan pengusiran terhadap orang yang menetap di Dzul Kariman, namu usaha adiknya tidak jauh beda dengan kakaknya. Mereka masih saja membantah untuk tetap tinggal di Dzul Kariman tersebut. Mereka membantah atas pengusiran yang di lakukan oleh putra-putra Kh. Cholili, karena mereka menganggap bahwa tempat itu milik mereka sendiri.
Setelah kakak dan adik dari Kh. Abdul Mu’ty tidak ada yang bisa melakukan pengusiran tersebut. Lalu Kh. Abdul Mu’ty turun tangan sendiri untuk mencoba mengusir mereka yang masih saja menetap di Dzul Kariman. Alhamdulillah setelah melakukan beberapa tahapan akhirnya orang-orang yang mengontrak bisa di keluarkan walaupun hal tersebut sangatlah sulit bagi Kh. Abdul Mu’ty.
Sekitar tahun 2007, surat tanah yang dulunya masih belum berbentuk sirtifikat sekarang sudah dirubah oleh KH. Ali Ghafir M. Pd menjadi sertifikat yang resmi bernama KH. Abdul Mu’ty Cholili.
Kagiatan-Kegiata KH. Abdul M’ty yang sampai sekarang masih berlanjut
Mulai beliau menetap di Dzul Kariman, beliau mempunyai keinginan untuk mengadakan sebuah pengajian kecil-kecilan di dalemnya dan yang pesertanya dari kampung Dzul Kariman sendiri. Kemudian beliau mengajak orang-orang di kampung itu untuk ikut berpartisipasi dalam pengajian tersebut. Semua orang yang ada di kampung itu menyetujui ajakan beliau dan ikut bergabung dalam pengajian yang diadakan oleh KH. Abdul Mu’ty.
Selain dari orang-orang kampung di sekitarnya, ada juga orang yang masih belum keluar dari kontrakan beliau yang mengikuti pengajian itu. Adapun tempat untuk melaksanakan pengajian itu di dalemnya KH. Abdul Mu’ty sendiri yang di tempatkan di Musholla sederhana milik beliau yang terbuat dari bambu.
Pengajian yang pernah di laksanakan oleh beliau pada malam Jum’at, sampai sekarang pun masih di lanjutkan oleh KH. Ali Ghafir selaku ketua Ma’had Sirojul Cholil yang ditetapkan pada malam Kamis.
Selain pengajian tersebut, ada juga pengajian yang dirintis oleh KH. Abdul Mu’ty yaitu pengajian Muqoddaman dan Sholawat Nariyah yang juga diteruskan oleh KH. Ali Ghafir. Pengjian ini diikuti oleh semua orang yang berada di Kecamatan Bangkalan terutama di Bangkalan Kota.
Menjadi Khotib di Masjid
Dulu beliau pernah menjadi Khotib di Masjid Nurul Amal (Settoan Pajagaan). Beliau membaca khutbah di masjid Nurul Amal tersebut pada setiap Sabtu Kliwon.
Namun, baca khutbah itu tidak selamanya beliau teruskan, setelah KH. Ali Ghafir menetap di Dzul Kariman sekitar satu Tahunan, beliau meminta KH. Ali Ghafir untuk menggantikannya menjadi Khotib di Masjid Nurul Amal tersebut, kegiatan itu sampai sekarang masih tetap di laksanakan oleh KH. Ali Ghafir menantu dari KH. Abdul Cholili.
Selain menjadi Khotib di Nurul Amal, beliau dulu pernah menjadi imam di Masjid Agung Bangkalan pada waktu pelaksanan Sholat Rawatib Ashar setiap hari Senin setelah itu beliau juga meminta KH. Ali Ghafir untuk menggantikannya.
Ketua di Hadrah ISHARI Bangkalan
Beliau adalah orang yang sangat senang terhadap pembacaan sholawat yang diiringi dengan hadrah ishari. Beliau juga pernah menjabat sebagai ketua ishari di kabupaten bangkalan beberapa priode.
Selain itu beliau juga banyak melatih dan mengkader orang-orang untuk meneruskan hadrah ishari di bangkalan. Karena bukan cuma di kabupaten bangkalan yang ada hadrah ishari, banyak dari daerah-daerah lainnya yang membaca sholawatan dengan diiringi hadrah ishari seperti di Kacamatan Socah, Burneh, Tanah Merah dan juga di desa Keramat.
Beliau tetap berusaha menghadiri permintaan orang-orang yang ingin belajar ishari meskipun kendaraan pada waktu itu masih menggunakan sepeda ontel, beliau tetap hadir untuk membuat kaderesasi orang-orang yang senang pada hadrah ishari. Di hadrah ishari beliau menjabat sebagai ketua cabang dan sekarang diganti KH. Muhaimin, sebelumnya KH. Muhaimin, RKH. Fahrillah Aschal juga pernah menjadi ketua ishari di bangkalan.
Kedatangan KH. Toha bin Kaffal
Suatu ketika beliau pernah mendapat undangan dari masyarakat untuk menghadiri sebuah acara, namun ketika itu juga KH. Abdul Mu’ty dalam kondisi kurang begitu sehat. Sebelum beliau sakit-sakitan, beliau pernah bermimmpi didatangi oleh KH. Toha bin Kaffal, “be’na tak usa kaluaran konjengan pole” (kamu gak usah keluar untuk kondangan lagi) dauh KH. Toha bin Kaffal kepada KH. Abdul Mu’ty dalam mimpinya.
Mungkin KH. Toha bin Kaffal berkata seperti itu karena KH. Abdul Mu’ty pada waktu itu dalam keadaan kurang begitu sehat, sehingga beliau di datangi oleh KH. Toha bin Kaffal. Tutur KH. Ghafir
Keistikomahan Beliau di Dalam Menjaga Waktu
Beliau itu orangnya sangat disiplin dan istikomah, setelah pelaksanaan sholat shubuh beliau menunggu waktunya sholat Duha dan sesudah melaksanakan sholat Duha beliau langsung membaca al-Qur’an sampai jam 09:00 semua itu beliau lakukan secara istiqomah setiap hari.
Bukan Cuma itu, beliau juga membagi waktunya di dalam beribadah dan selalu tepat waktu dalam melaksanakannya. Selain itu, beliau juga mempunyai tempat husus untuk  pakian yang ingin di pakai ketika mengerjakan sholat . Beliau juga sangat tidak senang kepada orang yang tidak disiplin.
Beliau itu senang ketika melakukan pekerjaan pada hari senin, apapun yang beliau lakukan selalu pada hari senin. Contohnya ketika beliau membangun pondok Sirojul Cholil, beliau mendatangkan seorang pekerja tetap seperti pak Sholeh, pak Said dan pak Ahmad Semua pekerja tetap itu oleh beliau di perintahkan untuk bekerja setiap hari senin walaupun pada hari senin itu tidak ada yang mau di kerjakan, beliau tetap menghadirkan tiga pekerja itu. Karena saking senangnya beliau pada hari Senin, sehingga beliau itu wafat malam senin.
Keanehan-Keanehan Beliau
Salah satu keanehan yang membuat semua orang kagum kepada beliau iyalah ketika beliau meludah, ludah beliau itu baunya harum dan waktu beliau mengusir orang-orang yang mengontrak di Dzul Kariman dulu, beliau bisa membuat orang yang mengontrak ketakutan ketika melihat becak yang di duduki oleh beliau bisa roboh dengan sendirinya. karena ketika beliau duduk di salah satu becak punya orang-orang yang ada di Dzul Kariman, becak tersebut roboh dan hancur. Karena keanehan  itu, penduduk yang mengontrak di sana menjadi ketakutan, sehingga mereka ada yang keluar dari Dzul Kariman tanpa di perintah oleh KH. Abdul Mu’ty Cholili.


0 komentar:

Posting Komentar