(Tab Widget 2)

Rabu, 04 Januari 2017

MENGAWAL GENERASI MENUJU AJARAN YANG BENAR (ASCHAL Edisi 21)


Manusia tidak akan lepas dari lingkungan sosial, mereka pasti hidup bersama orang lain dan memerlukan pertolongan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam pergaulan setiap hari dapat dipastikan akan terjadi gesekan-gesekan sosial yang menjadikan seseorang bisa merubah pola hidupnya, dan terkedang bisa mempengaruhi keyakinan. Lingkungan sekitar sangat mempengaruhi pembentukan krakter seseorang. Apabila ia berada dalam komonitas yang baik, tentu bisa diharapkan ia akan menjadi orang baik pula, dan begitu pula sebaliknya. Pada dasarnya semua orang dilahirkan dalam keadaan baik, tanpa noda dan dosa, bahkan mempunyai keyakinan yang benar menurut agama. Sebagaimana Nabi Muhamad shallahu alaihi wa salam bersabda:
عَنِ الْاَسْوَدِ بنْ سَرِيْعٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ: كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِدَانِهِ اَوْ يُنَصِرَانِهِ اَوْيُمَجِسَانِهِ (حديث حسن رواه الطبرانى والبيهقى)
Artinya : “Setiap yang terlahir dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”
Para ulama menafsiri kata-kata fithrah dalam hadits di atas dengan tauhid dan iqrar bi al-wahdaniyah lillah (pengakuan tentang keesaan Allah SWT).  Dari tafsiran ini maka kita dapat menyimpulkan bahwa fithrah manusia itu beragama tauhid, maksudnya bahwa pengakuhan hati akan adanya Tuhan yang Maha Esa yaitu Allah SWT merupakan fithrah pembawaan dari sejak lahir. Apabila dikemudian hari ada perubahan dari sifat fithrah pembawaan itu, maka ia telah berubah dari fithrahnya. Tentu perubahan ini karena disebabkan oleh lingkungan yang ada di sekitar yang dimulai dari yang paling dekat sebagaimana dalam hadits di atas.
Pada masa-masa saat ini sudah tak terbendung lagi tentang ajaran-ajaran yang keluar dari tuntunan Rasulullah shallahu alaihi wa salam yang asli. Bahkan tidak jarang ada di antara mereka yang mengaku menjadi nabi, menerima wahyu dari Malaikat Jibril dan banyak lainnya. Dengan segala cara sekelompok orang yang mempunyai ajaran “nyeleneh” menebar ajaran-ajaran yang mereka yakini di lingkungannya. Dengan santun dan sopan, oknum agama ini mensosialisasikan keyakinan sesat terhadap orang-orang yang minim ilmu agamanya, terutama sekelompok orang yang lemah ekonomi. Yang sangat aneh, kenapa masih banyak orang yang terpengaruh dan mengikuti ajaran sesat itu.  Ini adalah tugas para dai, ulama, ilmuan, serta orang tua untuk membentengi keyakinan generasi muslim dan muslimah agar tidak terpengaruh ajakan orang pada ajaran yang sesat. Sebagaimana yang telah termaktub dalam al-Qur’an:
يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا قُوْا اَنْفَسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَاالنَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
(Q.S. al-Tahrim/66:6)
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa salah satu kewajiban kepala keluarga adalah melindungi dari api neraka. Menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dengan ayat ini adalah menyerukan agar berhenti melakukan larangan-larangan Allah SWT dan merubah dengan bentuk ketaatan kepada-Nya (Tafsir Khazin:6/234) 
Ada beberapa trik untuk mengantisipasi generasi muslim dan muslimah terpengaruh dengan ajaran-ajaran “baru”.
1.          Mengajarkan Pendidikan Agama Sejak Dini
Orang tua sebagai figur pendidik pertama  dan utama bagi anak-anak, karena peran keluarga terutama kedua orang tua sangat dominan dalam mendidik anak. Menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan pendidikan putra-putrinya, terutama pada tahun-tahun pertama atau usia pra sekolah mereka. Karena masa-masa itu adalah masa-masa penting dan paling kritis dalam usia anak. Pada vase itu anak-anak akan selalu memberikan pertanyaan tentang apa saja kepada orang dewasa, dan yang dilihat, didengar, dan dirasakan akan sangat membekas dalam diri anak sehingga tidak mudah untuk dilupakan. Orang tua harus menanamkan pendidikan sejak dini terhadap anak-anaknya, karena kegagalan dalam penanaman nilai-nilai suci pada usia dini, sangat berpeluang untuk menjadikan anak tersebut menjadi tidak terkontrol ketika usia dewasa.
Pendidikan yang harus diberikan kepada generasi penerus bangsa ini tentu yang berkaitan dengan ilmu keagamaan. Dengan memberikan pendidikan agama sejak dini terhadap anak tentu akan membentuk anak yang shaleh shalehah yang menjadi harapan banyak orang. Disamping itu, mendahulukan pendidikan agama terhadap anak-anak adalah sebuah kewajiban terhadap orang tuanya. Nabi Muhammad shalahu alaihi wa salam  bersabda:
اَدِّبُوْا اَوْلاَدَكُمْ عَلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ حُبِّ نَبِيِّكُمْ وَحُبِّ اَهْلِ بَيْتِهِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْاءَنِ
Artinya: “Didiklah ana-anak kamu dengan tiga hal: yaitu 1) mencintai nabimu, 2) mencintai keluarganya, 3) membaca al-Qur’an. (H.R. Dailami)
Hadits di atas menekankan kepada semua orang tua agar menanamkan rasa cinta sejak dini terhadap Rasulullah shalahu alaihi wa salam kepada anak-anaknya. Tentu dengan tertanamnya kecintaan kepada Sang rasul akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari. Selain menanamkan rasa cinta yang mendalam kepada Nabi Muhammad shalahu alaihi wa salam, dalam hadits di atas harus mengajari al-Qur’an kepadanya. Ungkapan al-Qur’an dalam hadits itu tentu diartikan dengan memahami dan mengkaji segala disiplin ilmu pengetahuan agama. Bukan hanya sekedar bisa membaca, tapi harus memahami dan mendalami kandungan-kandungan ilmu pengetahuan yang ada dalam kitab suci tersebut, karena Al-Qur’an adalah sumber dari segala ilmu pengetahuan, terutama ilmu yang erat hubungannya dengan ketauhitan. Syaikh Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Mutaalim menjelaskan bahwa pengetahuan yang harus didahulukan dari ilmu lainnya adalah ilmu yang berkaitan dengan keimanan.
2.          Menanamkan Sikap Sopan Bagi Generasi.
Kata sopan berasal dari bahasa Arab adaba, sedangkan menanamkan sikap sopan berasal dari kata addaba dengan masdar ta’dib yang berarti perilaku dan sikap sopan. Salah seorang tokoh pendidikan Syaikh Muhammad Naquib al-Attas menggunakan istilah ta’dib  dalam pendidikan Islam digunakan untuk menjelaskan proses penanaman adab atau sopan santun kepada manusia. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adab adalah  kesopanan, kebaikan, dan kehalusan budi. Al-Attas juga melihat bahwa adab telah banyak terlihat dalam sunah nabi, dan secara konseptual ia terlebur bersama ilmu dan amal. Sebagaimana yang telah terjadi kepada Rasulullah shalahu alaihi wa salam, beliau bersabda :
اَدَّبَنِيْ رَبِّيْ فَاَحْسَنَ تَاءْدِيْبِيْ
Artinya : “Tuhanku telah mendidikku, dengan demikian membuat pendidikanku yang paling baik.” (HR. Ibnu Hibban)
Selain memprioritaskan ilmu pengetahuan agama terhadap anak, orang tua harus mendidik kesopanan dan akhlak yang mulia. Karena dengan anak punya kesopanan dalam hidupnya tentu mereka akan mempunyai prinsip untuk bergaul dengan orang-orang yang baik dan berilmu manfaat. Generasi muda yang sopan akan memilih teman yang baik dalam hidupnya, yang bisa membimbing dirinya ke jalan yang benar. Bagian dari generasi yang berpendidikan dan beretika adalah berbuat kebaikan secara nyata dalam kehidupan sosial kemanusiaan dengan memperhatikan dan mengedepankan moralitas. Justru itu sangat ironis apabila orang tua kurang memperhatikan pada persoalan moralitas anak-anak dan generasi muslim. Dalam Islam, salah satu ajarannya yang sangat ditekankan secara tegas adalah penegakan akhlak. Itulah sebabnya Nabi Muhammad shalahu alaihi wa salam  mendeklarasikan bahwa beliau diutus Allah SWT guna memperbaiki dan menyempurnakan akhlak. Kesalehan sosial kemanusiaan generasi muda dalam kehidupan realitas berupa etika sosial dapat melindunginya dari ajakan orang-orang yang tidak benar.
3.          Selalu mengawasi dengan prinsip amar makruf nahi mungkar
Allah SWT telah mengabadikan bagaimana seorang Luqman al-Hakim di dalam memberikan nasehat dan pendidikan kepada anaknya, ia melarang berbuat syirik terhadap anaknya serta memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan Lukman al-Hakim itu juga menganjurkan kepada anak-anaknya untuk menyuruh manusia berbuat kebajikan dan meninggalkan kemungkaran. Sebagaimana yang telah tertulis dalam al-Qur’an yang artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) untuk mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya demikian itu termasuk hal-hal yang didinginkan oleh Allah” (Q.S. Luqman.31:17)
Dalam hadits di jelaskan bahwa apabila seorang anak telah berumur 7 tahun maka harus diperintahkan untuk melakukan shalat. Apabila telah masuk pada tahun ke 10 dari umurnya, maka sebagai orang tua harus bersikap dengan prinsip amar makruf nahi mungkar. Anak tersebut harus dipukul dengan pukulan yang bersifat didikan. Sikap orang tua terhadap anak seperti dalam masalah shalat ini adalah bentuk realisasi dari pengawasan orang tua terhadap anak yang dikemas dengan amar makruf nahi mungkar yang sudah menjadi kewajiban. Mengawasi anak tidak hanya terbatas masalah shalat, dalam hal kewajiban dan larangan agama seharusnya sebagai orang tua memang berkewajiban untuk selalu memantau sang anak. Di komonitas sosial tidak jarang mereka akan bertemu dan bergaul dengan orang-orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Dari aneka pendidikan yang dimiliki oleh teman-teman ngobrolnya, tentu tidak menutup kemungkinan mereka akan cepat terpengaruh ajakannya.
Selain dari pergaulan yang harus dikontrol dan diawasi, pengaruh negartif media sosial yang sangat marak akhir-akhir ini, tentu orang tua harus ekstra dalam memantau anaknya. Terabaikan satu langkah saja bisa saja calon penerus perjuangan Rasulullah shalahu alaihi wa salam  ini akan menjadi korban negative media sosial dan akan  mengaplikasikan dalam menjalani hidup dan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat. Itulah sekelumit tentang solusi untuk menyelamatkan generasi muda Islam dari ajakan-ajakan aliran yang tidak benar sebagai antisipatif kita dalam melindungi mereka. Semoga oret-oretan ini bermanfaat bagi kita. Amin

Oleh : Moh Ali Ghafir 

0 komentar:

Posting Komentar