(Tab Widget 2)

Minggu, 26 Februari 2017

SINERGI ORANG TUA – SANTRI, TENTUKAN ARAH JATI DIRI (ASCHAL Edisi 16)


Sebuah Renungan Bagi Para Orang Tua
Sinergi Orang Tua – Santri, Tentukan Arah Jati Diri

Kiprah santri adalah menanamkan nila-nilai keagamaan di tengah masyarakat. Apalagi hidup saat ini tidak terlalu menghiraukan nilai-nilai agama dan budi luhur para leluhur. Maka santri dituntut untuk menghidupkan semangat spiritual, pendidikan agama, serta menjaga moralitas masyarakat. Dan merupakan sebuah hal pasti, bahwa para orang tua juga mengambil peran penting dalam misi mulia ini. Terlebih di masa-masa menuntut ilmu, yang merupakan fondasi dasar bagi setiap generasi bangsa dan agama.

Minat masyarakat menjadikan pesantren sebagai tujuan pendidikan kian redup dan surut. Orang tua lebih cendrung menyekolahkan anak-anaknya di sekolah bertaraf Nasional atau bahkan international. Ada pula di antara mereka yang memondokkan anaknya di pesantren. Namun sayang, tujuan mereka lebih condong pada pendidikan formalnya saja.

Bisa jadi, hal ini bertujuan agar anak-anak mereka mendapatkan pekerjaan baik dan lebih mapan. Atau, pesantren hanya dijadikan sebagai batu loncatan, untuk menampung anaknya sementara waktu. Sayangnya, fenomena ini banyak terjadi di masyarakat dan banyak dirasakan oleh para orang tua.
Orang tua tertipu. Pola pikir ini termakan pola pikir hedonesme dan meterialisme. Mereka beranggapan bahwa dunia segala galanya. Tiada yang lain kecuali dunia. Mereka lupa bahwa kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan akhirat. Sedangkan dunia hanyalah lahan untuk mengumpulkan bekal untuk akhirat yang abadi. Hal ini dampak gelombang globalisasi, teknologi, dan pasar bebas yang tak mungkin terbendung lagi.  Sehingga berujung pada pola fikir seakan lebih maju dengan gaya hidup seakan lebih baik.

Sebagian masyarakat memilih pemahaman keliru terkait pendidikan. Mereka mempersiapkan anak-anaknya hanya untuk kesejahteraan dan kemakmuran dunia belaka. Seakan-akan sekolahlah yang menjanjikan pekerjaan. Sekolah yang mapan mampu memberikan pekerjaan mapan pula. inilah yang  menjadi target orang tua.

Jangan terlena! Ingatlah, jika anak-anak generasi bangsa tidak memiliki dasar agama yang kuat. Mereka akan tumbuh sebagai generasi yang kering akan nilai-nilai agama.  Mereka akan menjadi generasi yang salah jalan, serta tidak memahami ajaran agama sama sekali. Padahal, status mereka adalah generasi penerus bagsa dan agama.

Sehingga akan datang masa di mana ada begitu banyak cendikiawan,  profesor, doctor, ataupun insinyur. Namun keilmuannya tidak diimbangi dengan kecerdasan spiritual. Akibatnya, mereka hanya akan membuat kerusakan di muka bumi. Data-fakta yang tidak perlu dipaparkan lagi, dari banyaknya cendikiawan dengan gelar akademik tinggi, menjadi contoh kebobrokan moral.

Tidak bisa dipungkiri, sedikit-banyak kerusakan moral ini tidak lepas dari peran orang tua, selaku penentu arah masa depan anak bangsa. Terlebih, apabila mereka menjadikan pendidikan sebagai batu loncatan untuk mencapai kemakmuran dunia saja. Dalam hadist Nabi Muhammad SAW ditegaskan, bahwa seorang penuntut ilmu akan senatiasa dimudahkan jalannya oleh Allah menuju surga.
Hal itu diperjelas oleh Syekh Zainuddin bin Abd. Rohman al-Malibari,  shohibu Fathul Mu’in dengan memberikan klarifikasi dalam kalam Nadhomnya:
هذا اذا قصد الاله واخره #  بالعلم والا فالهلاك تحصلا
Hal itu akan tercapai apabila menuntut ilmu dengan niat karena Allah dan demi akhirah, jika tidak maka kerusakan yang akan diperoleh

Baiknya tujuan merupakan penentu terbesar bagi penuntut ilmu dalam memperoleh kebaikan ilmu. Sedangkan orang tua biasanya lebih peka akan arah pendidikan anaknya. Bagaimana menjadikan anak menjadi orang yang bisa dibanggakan serta mensejahterakan di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, orang tua harus diusahakan mampu menjelaskan tujuan-tujuan mulia dalam menuntut ilmu pada putra-putrinya. Bukan malah sebaliknya, dengan menanamkan niat keliru dalam menuntut ilmu.

Begitu pula dalam menempuh pendidikan di pesantren. Orang tua dituntut pandai mengarahkan anak-anaknya pada tujuan yang mulia. Karena pendidikan pesantren memiliki prisip yang sama dalam mencerdaskan anak bangsa, baik dunyawiyah dan ukhrowiyah. Pesantren bertumpu pada tiga prinsip pokok, yaitu ilmu, amal, dan ikhlas. Tiga pokok lainnya: Iman, Islam, dan Ihsan, atau dalam bahasa lain akidah, syariah, dan akhlak.

Mencari ilmu butuh niat yang jelas, apalagi belajar ilmu agama. Jelas tidak bisa disamakan dengan belajar ilmu fisika atau matematika. Sebab agama bukan sekedar ilmu pengetahuan, atau informasi-informasi yang bisa didapat dengan cara yang instan dan otodidak. Belajar agama membutuhkan keyakinan yang kuat, menjaga niat, memperhatikan kebaikannya, mencegah kerusakannya, menjaga riyadhah, kebersihan hati, tata krama luhur, dan berbagai aspek positiv lainnya.
Imam Ibrahim an-Nakha’i rahimahullaah mengatakan, “Barangsiapa mencari sesuatu berupa ilmu yang ia niatkan karena Allah, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya.”
Memperbaiki niat adalah kunci sukses dalam menuntut ilmu. Sedangkan adanya sinergi antara penuntut ilmu dan orang tua sangatlah dibutuhkan. Oleh karena itu, diharapkan agar para orang tua ikut membimbing putra-putrinya dalam menata niat. Karena bagaimanapun juga, generasi muda masa sekarang, adalah para pemimpin di masa mendatang.

oleh : R ma’mun Al Makky

0 komentar:

Posting Komentar