Oleh:
El-Barbazy dan Ahrori Dhafir
Siapa yang tak kenal dengan system bahtsul
masail yang ada didunia pesantren?. barangkali sangat sulit untuk dikatakan
kalau forum bahtsul masail mau dipisahkan dengan karakter pesantren. Hampir
seluruh pesantren menerapkan system bahtsul masail ini.
Bagi dunia pesantren bahtsul masa’il tak
ubahnya sebagai area pengasahan intlektual dimana dengan banyak melakukan
kajian lewat diskusi keagamaan seorang santri bisa mampu mentatbiq
beberapa redaksi dari kitab kuning untuk kemudian dibenturkan dengan masalah
ril yang berkembang dimasyarakat kita.
Melihat forum bahtsul masa’il yang berkembang
belakangan ada plus-minus yang perlu kita cermati bersama. Sebagaimana maklum
bahwa dalam forum bahtsu ada yang namanya angota musywwirin sebagai anggota
yang mendiskusikan beberapa permasalahan yang sudah disiapkan beberapa hari
sebelumnya. Ada
pula moderator yang tugasnya menjadi seorang yang mengatur akan berjalannya
bahtsu. Kemudian adalah perumus dan mushahhih yang ,menjadi puncak tertinggi
diforum tersebut.
Dari beberapa structural yang ada pada ruh
bahtsul masail betapa sangat ketatnya seorang pesantren dalam mencetuskan
sebuah hukum. Jika ada yang mengatakan bahwa kegiatan bahtul masail merupakan
cermin kemunduran dari dunia pesantren hal merupakan anggapan yang perlu untuk
diluruskan. Saya sendiri pernah ditanyakan seorang teman yang saat ini menempuh
pendidikan di UNISMA mengenai adanya bahtsu itu sendiri. Menurut seorang teman
tadi, apa perlunya diadakan bahtsul masa’il?. Bukankah dunia pesantren sudah
konsep usul fiqh yang bisa mencetuskan adanya problematika umat?. Kalau
dunia pesantren masih takut dan berkutat dalam dunia bahtsul masa’il bukan
tidak mungkin pesantren akan mengalami kejumudan yang berarti?. Mendengar
pertanyaan seorang teman tadi saya hanya menjawab “ coba anda mengikuti sekali
saja tentang kegiatan bahtsul masa’il biar tahu bagaimana metodelogi yang
dipraktekan dilapangan”.
Bahtsul masail merupakan kegiatan yang dinamis
dan sangat demokrasi. Walau tak jarang sampai menggebrak-gebrak meja. Namun
suasana kekeluargaan tetap terasa. Dengan semangat menjalankan idiologi
demokrasi para kiai yang hadir sebagai dewan mushahhih tidak egois dalam
merumuskan beberapa hasil keputusan yang dibahas oleh anggota forum bahtsul
masail.
Pada perkembangan terakhir bahtsul masa’il
mencapai puncak keemasannya. Terbukti forum bahtsul masa’il saat ini tidak
hanya membahas bagimana hukumnya jual beli yang sah, bagimana hukumnya
menyentuh orang perempuan dalam perspektif islam. kini sudah merambah kedunia
politik. Dipesantren Al-Falah, Ploso misalnya, mampu membahas hak angket dan
interpelasi. Pondok pesantren Sidogiri lewat Bahtsul Masa’ail Wusthanya (BMW)
mampu membahas isu golput menurut tinjauan yuridis fiqih. Bukan hanya itu,
sekitar lima tahun yang lalu Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa-Madura
(FMPP) mampu menyelesaikan rencana pemerintah yang hendak melegalkan tempat
lokalisasi diSurabaya dalam pandangan islam.
Ternyata gairah intlektual para santri yang
terwadah melalui intansi bahtsul masa’il sudah mulai berani menjamah masalah
faktual. Bukan hanya ubudiyah saja namun ranah poilitik sudah bisa dijamah
dengan ketajaman argumentasi ilmiyahnya. Memang para santri didalam mencetuskan
hukum islam lebih pas dari pada orang-orang non pesantren. Meminjam bahasa Mbah
Maimun Zubair, pengasuh pondok pesantren sarang, Jawa tengah, bahwa para santri
merupakan komonitas yang sah dan pas dalam membicarakan soal hukum islam,
mereka adalah cikal bakal lahirnya ijtihad baru. Memang, dari segi kapasitas
para santri lebih banyak berkutat dalam masalah yang berbingkai fikih.
Untuk lebih meningkatkan kualitas forum bahtsul
masa’il khusunya dipesantren Madura bagaimana sekiranya ada wadah yang mampu
menyatukan antar pesantren Madura agar kegiatan bahtsul masail berjalan dengan
serempak. Peran para pengasuh pondok pesantren sangat menentukan arahan
tersebut. Karena diakui atau tidak pada saat ini di Madura bukan hanya
membutuhkan akan majunya investor untuk memajukan pulau Madura, namun yang
sangat urgen adalah bagaimana pulau Madura tercipta sebagai pulau yang maju dan
bernuansa islami. Hal itu tidak akan terwujud tanpa ada filter yang dilakukan
oleh masyarakat Madura sendiri khususnya para insan Pesantren.
Bagi pemerintah, jika nanti antar pesantren
Madura sudah merealisasikan kegiatan forum bahtsu masail diharap tidak menutup
mata. Sebab urgensitas para insan Pesantren dalam mencetuskan hukum bukan
pekerjaan mudah namun butuh kejelian dan keuletan. Sebab kegiatan tersebut juga
demi menyelesaikan problem masyarakat. Dengan adanya ittihad
(pertsatuan) antar pesantren sangat diharapkan agar betul-betul dioptimalkan
biar eksestensi bahtsul masa’il menjadi gairah intlektual pesantren yang
merupakan ciri khasnya sepanjang masa.
0 komentar:
Posting Komentar