(Tab Widget 2)

Minggu, 05 Februari 2017

NYAI SUMTIN ABDULLAH (ASCHAL Edisi 14)


Nyai Sumtin Abdullah,
Embun Penyejuk KHS. Abdullah Schal

Sepasang suami-isteri dalam mengarungi rumah tangga laksana bahtera mengarungi samudera yang sangat luas. Di tengah perjalanan bahtera akan menghadapi berbagai rintangan, ombak besar menggulung, angin puting-beliung menghadang dan lain-lain. Si suami berperan sebagai nahkoda, dan si isteri membantu segala keperluan nahkoda. Kalau keduanya tidak saling membantu, apalagi saling berebut kemudi, maka bahtera bisa karam di tengah samudera. Tapi kalau bersatu-padu, seia sekata dalam menghadapi berbagai problema, maka bahtera akan terus berlayar sampai ke pantai kebahagiaan.
Nyai Sum, begitu biasanya Nyai Sumtin, isteri KHS. Abdullah Schal dipanggil. Beliau dilahirkan pada 31 Desember 1946 M di Desa Ngoro, sebuah kecamatan di Kabupaten Jombang. Setelah boyong dari Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang, beliau menetap di rumah pamannya yang bernama Ust.Tajus Subki di Bangkalan. Hingga suatu ketika beliau berhasil menjadi juara pertama lomba Tilawah Al-Qur’an yang diadakan oleh GP Anshor Bangkalan pimpinan KH.Kholil AG, di halaman Masjid Agung Bangkalan.
Suaranya yang merdu tidak hanya memukau para juri dan para penonton, tapi juga KHS. Abdullah Schal yang saat itu mendengarkan dari Demangan juga terpikat akan kemerduannya. Setelah melalui proses cukup panjang, akhirnya KHS. Abdullah Schal menyunting dan menikahi Nyai Sumtin.
Pilihan KHS. Abdullah Schal ternyata sangat tepat. Dalam masa-masa perjuangan mengembalikan eksistensi Pesantren Demangan. Nyai Sumtin berperan sangat besar mendampingi KHS. Abdullah Schal dalam suka maupun duka. Nyai Sumtin memainkan peran penting laksana Sayyidatuna Khadijah yang sangat besar jasanya didalam mendukung keberhasilan dakwah Rasulullah.
            Nyai Sumtin merupakan tipe seorang isteri yang sangat sabar, tabah, dan tidak pernah mengeluh dalam kegetiran hidup yang harus dijalani di awal-awal pernikahannya. Pembawaannya yang kalem mampu meredam berbagai gejolak dalam perjalanan hidup KHS. Abdullah Schal. Sebagai seorang isteri shalihah, beliau menjadikan rumah yang ditempati bersama suami dan putra-putrinya, sebagaimana rumah yang disabdakan oleh Rasulullah “Baiti Jannati” rumahku laksana surga bagiku.
Setiap malam saat sang suami sedang keluar berdakwah ke plosok-plosok desa, Nyai Sumtin tidak bersantai-santai di dalemnya. Beliau tiada henti-hentinya berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT. Hingga pada suatu ketika, dalam keheningan malam yang sunyi, dalam gemerisik bunyi tasbih yang beliau pakai sebagai teman dalam berdzikir, di puncak kekhusyukan seorang hamba yang wushul kepada Tuhannya, tiba-tiba ada sinar dari angkasa. Cahaya tersebut kemudian turun perlahan-lahan ke permukaan bumi. Nyai Sumtin terpana, sambil terus berdzikir tiada henti, beliau melihat cahaya tersebut kemudian memasuki tubuhnya. Dinginnya udara malam yang menusuk, tergantikan dengan rasa hangat yang menjalar dalam sekujur tubuhnya. Sejak peristiwa sufistik tersebut, Nyai Sumtin merasakan kehidupan ekonomi keluarganya berubah drastis. Rezekinya semakin dipermudah oleh Allah, min haitsu la yahtasib.
Dari pernikahan dengan KHS. Abdullah Schal, Nyai Sumtin dikaruniai 13 orang putera-puteri, yaitu : Nyai Hj. Mutmainnah, Lora Abd. Kholiq (wafat waktu kecil), Nyai Hj. Nur Bilqis, RKH. Fachrillah, Nyai Hj. Karimah, Nyai Hj. Zalikho’, Nyai Hj. Faidhoh, Nyai Hj. Ummu Kholilah (almarhumah), RKH. Fachruddin, RKH. Moh. Nashih, Nyai Laili (wafat waktu kecil), RKH. Moh Karror, Nyai Hj. Nailatul Farohah.
Sekalipun menjadi isteri seorang kiai besar, Nyai Sumtin tetap menampakkan kesederhanaan dan kesahajaannya. Beliau sangat mudah akrab dengan siapapun yang baru dikenalnya. Tidak pernah membeda-bedakan status sosial orang lain, rendah hati, dermawan, dan pandai menempatkan diri. Setiap orang yang bertemu dengan beliau, pasti terkesan dengan sifat-sifat beliau tersebut.
Kasih sayang beliau kepada putera-puterinya ditumpahkan setiap saat dan setiap waktu, tanpa membedakan satu dan yang lainnya. Sering kali beliau berpesan, “ Jagalah ikatan persaudaraan di antara kalian, kalau ada masalah apapun harus saling mengalah”.
            Dikalangan para santri dan masyarakat luas, beliau sangat dikenal sebagai pribadi yang sangat dermawan, senang bershadaqah kepada orang lain bahkan kepada para santri sendiri. Beliau juga dikenal pandai memasak. Dalam hal ini beliau mengaku karena dididik langsung oleh Nyai Romlah, walau dengan cara didikan yang kadang agak nyeleneh. Beliau memasak sendiri untuk konsumsi KHS. Abdullah Schal dan putera-puterinya. Bahkan untuk konsumsi acara apapun di Demangan, kecil atau besar, beliau turun tangan langsung ke dapur memimpin santri puteri dan masyarakat yang membantu.
Nyai Sumtin juga aktif mendampingi KHS. Abdullah Schal berdakwah keluar daerah Bangkalan. Sampai pada akhirnya beliau wafat pada malam Rabu, 02 Jumadil Akhirah 1427 H, di Simpang Lumut Pangkal Pinang (sekarang masuk Propinsi Bangka Belitung). Kabar tentang kewafatan beliau pun langsung tersebar kebeberapa simpatisan, alumni, dan santrinya terutama yang ada di Demangan. Di malam yang buta, saat semua santri masih terlelap dengan mimpi-mimpi indahnya, kabar pilu datang dari sebrang sana, seorang guru yang dermawan telah menghembuskan nafas terakhirnya.
Malam itu setelah shalat Isya’, beliau masih bercerita tentang segala hal kepada para tamu dan keluarga H. Miskal (tuan rumah yang biasa ditempati). Selanjutnya beliau masuk kamar dan istirahat. Kira-kira jam sebelas malam, beliau terbangun dan merasakan sakit di bagian dada, sebagaimana sering beliau rasakan sebelumnya. Setelah terbangun Nyai Sumtin meminta maaf kepada KHS. Abdullah Schal atas segala kesalahan yang pernah dilakukan selama menjadi istri. Menyaksikan hal tersebut KHS. Abdullah Schal diam saja karena memang tidak ada firasat apapun sebelumnya. Tapi kemudian Nyai Sumtin tiada henti meminta maaf dan meminta ridhonya, bahkan sampai memeluk erat seperti tidak mau berpisah. KHS. Abdullah Schal dengan segala gelagapan memaafkan segala kesalahan dan meridhoinya. Setelah itu Nyai Sumtin baru melepaskan pelukannya, lisannya kemudian tiada henti berucap, “ Anakku doakan, anakku doakan, anakku doakan.”
            Menyaksikan hal itu, KHS. Abdullah Schal menyadari keadaan isterinya sangat mengkhawatirkan, kemudian berinisiatif membawanya ke rumah sakit. Di dalam kendaraan lisan Nyai Sumtin terus-menerus mengucapkan lafadh “ Allah…Allah…Allah.” Di tengah perjalanan menuju rumah sakit, beliau menghembuskan nafas terakhir seraya bibirnya berucap “ Allah” dan beliau pun berpulang ke haribaannya.
Inna Lillahi wa Inna Ilahi Roji’un… Semoga dosa beliau diampuni, dan segala amal beliau diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Amin Allahumma Amin…
Sekalipun jasad beliau telah berbaring di dalam kubur, tapi jasa-jasa beliau terhadap Pondok Pesantren Demangan tak akan pernah hilang ditelan masa, tak kan pernah luntur ditelan zaman, karena sudah tertulis dengan tinta emas, dan terpatri dalam dada segenap keturunannya, santri, alumni, dan masyarakat luas yang sangat mencintainya.
Oleh: R. KH. Fahrillah Aschal 

0 komentar:

Posting Komentar