(Tab Widget 2)

Kamis, 16 Februari 2017

LANCAR MENGOREKSI LUPA INTROPEKSI (ASCHAL Edisi 15)


Lancar Mengoreksi Lupa Intropeksi
Oleh M. Nurut Taufiq
Dinamika hidup cenderung lebih sering mencerminkan hal-hal yang berseberangan dengan kode etik adaptasi sosial. Secara tabi’at, manusia memang tidak dapat terlepas dari kesalahan. Karakter manusia sebagai makhluk yang dalam dirinya juga diikut sertakan yang namanya hawa nafsu lebih sering pula memiliki kecenderungan yang bertentangan dengan kebenaran yang implemintasikan melalui al-Qur’an dan Hadist. Imam Bukhari pernah mengutip perkataan Abu az-Zinad mengenai hal di atas yaitu
ان السنن ووجوه الحق لتأتي كثيرا على خلاف الرئي
Sesungguhnya mayoritas sunnah dan kebenaran bertentangan dengan pandangan pribadi
Oleh karenanya, upaya untuk meminimalisir tabi’at buruk manusia itu terus digencarkan oleh sebagian manusia yang lain yang ditandai dengan semaraknya beberapa karya ulama tentang kode etik manusia baik secara vertikal (kode etik antar manusia; hablun min annas) maupun secara horizontal (kode etik manusia dengan tuhannya; hablun min Allah).
Permasalahan yang dapat kita posisikan sebagai kebiasaan buruk sebagaimana pemaparan diatas diantaranya adalah kecenderungan kita menilai dan mengoreksi orang lain daripada mengaca dan menyadari kesalahan ataupun kekurangan pribadi. Lebih parahnya lagi, kebiasaan negative lebih sering mengoreksi kekurangan orang lain ini juga merembet pada hal-hal negative lain yang tak kalah buruknya seperti sifat munafik, ghibah dan beberapa penyakit lisan dan penyakit hati yang lain. rasionalisasinya adalah, budaya mengoreksi kesalahan orang lain ini akan menumbuhkan sifat antisipasi antara yang satu dengan yang lain. Sama-sama saling berusaha mengungkap kesalahan orang lain dan otomatis disertai usaha menutupi keburukan diri sendiri. Pada akhirnya kebiasaan buruk yang menyertai adalah dusta dan munafik. Sungguh kebiasaan yang mengerikan!
Berangkat dari pemaparan diatas, semestinya yang perlu dikoreksi terlebih dahulu adalah kekurangan diri sendiri. Secara aksiomatis (dlaruri) kita pun mengetahui bahwa kitaa adalah makhluk yang diasertai hawa nafsu dan tidak dapat terlepas dari kesalahan, keburukan dan kekurangan. Maka idealnya memang sering melakukan intropeksi terhadap diri sendiri sebelum mengoreksi kesalahan orang lain (ekstropeksi).
Intropeksi merupakan suatu proses mengamati diri sendiri; apakah yang dilakukan sudah benar, sudah baik, apakah kita sudah sukses dan beberapa bentuk pengamatan yang lain Evaluasi diri. Dalam bahasa arab sering disebut muhasabatu annafsi. Sayyidina Umar pernah menganjurkan untuk selalu melakukan intropeksi. Beliau mengatakan,
حاسبوا انفسكم قبل ان تحاسبوا
Hisablah diri kalian (intropeksi dirilah) sebelum kalian semua di hisab
Hal ini bukan berarti kita harus menghakimi diri sendiri dan menyalahkan diri pribadi melainkan sebuah upaya untuk legowo menyadari kekurangan dan kesalahan kita sehingga akan ada follow Up yang berupa usaha memperbaiki dan membenahi kekurangan tersebut.
Syaich Jamaluddin bin Muhammad al-Qasimy dalam bukunya, Mauidzatul Mu’minin yang diringkas dari Ihya’ ‘Ulumuddin-nya al-Ghazali menyampaikan bahwa ketika Allah menghendaki suatu kebaikan bagi hambanya maka Allah senantiasa memperlihatkan kepadanya kekurangan dirinya. Sesuatu yang dapat mengantarkan kita untuk mengetahui kekurangan diri sendiri sebagai sarana muhasabah antara lain adalah:
1.       Mencari seorang teman yang baik, jujur dan religius.
Sebagaimana orang bijak mengatakan bahwa teman yang baik bukanlah teman yang selalu membenarkan kita melainkan seorang teman yang selalu berkata jujur kepada kita. Mengatakan dengan sebenarnya bahwa yang kita lakukan adalah keliru bukan malah membenarkan kekeliruan yang kita lakukan. cara yang kedua ini banyak di aplikasikan oleh para sahabat. Sayyidina Umar bin Khattab pernah mengatakan “ semoga Allah memberikan rahmat bagi orang yang menunjukkan kekuranganku”.
2.       Mendengarkan Perkataan orang yang membenci kita
Dalam hal ini jelas bahwa orang yang tidak senang kepada kita itu lebih peka terhadap kekurangan dan kesalahan kita daripada seorang teman yang selalu memuji kita dan menutupi kekurangan kita sehingga dengan ini pula kita dapat mengetahui tumpukan kesalahan dan kekurangan kita. Akhirnya intropeksi diri.
3.       Berkumpul dengan orang lain
Tidak jarang kita menyadari bahwa yang kita lakukan itu salah setelah kita melihan kesalahan itu dilakukan oleh orang lain. ini adalah cara intropeksi sederhana yang dapat kita lakukan. Imam al-Ghazali pernah menyampaikan, “seandainya seseorang itu tidak melakukan sesuatu yang tidak disenanginya apabila dilakukan orang lain kepadanya, tentu tidak perlu belajar yang namanya etika”. Simpelnya, kalau kita tidak senang dimaki orang lain, janganlah kita senang memaki-maki orang lain.
Benang merah pemaparan diatas adalah hendaknya kita berperilaku bijak. Sebuah permasalahan yang seringkali muncul dalam kehidupan kita mestinya kita sikapi dengan bijaksana. jangan lantas kita menyalahkan siapa, barangkali kita yang perlu berbenah. memulai merubah situasi dengan melakukan intropeksi dan memperbaiki diri sendiri. Jangan malah lancar mengoreksi (orang lain) dan lupa intropeksi.


0 komentar:

Posting Komentar