(Tab Widget 2)

Selasa, 07 Februari 2017

REMAJA MADURA; PENGANUT PAHAM RELIGI YANG MULAI TERKIKIS (ASCHAL Edisi 14)


Membicarakan masalah remaja yang mulai mengalami krisis moral, seakan kita dihadapkan pada tantangan yang cukup pelik. Tentu, dalam menganalisisnya perlu kajian dan riset serta solusi jitu karena bagaimanapun remaja merupakan aset agama dan bangsa yang sangat fital. Namun demikian banyak remaja yang tidak ingat dan tidak paham dengan perannya bahkan cenderung tidak memperdulikannya. Selalu disebut-sebut bahwa remaja kita, tak terkecuali di Madura telah dijajah oleh budaya dan trend yang diusung oleh kaum barat. Sebenarnya problem apakah yang telah mereka alami? Untuk lebih lengkapnya ikutilah bincang-bincang reporter ASCHAL, Badrut_TM & Nasrullah_AM bersama KH. D. Nawawie Sa’doellah, Sidogiri.

Bagaimana Anda melihat remaja yang moralnya kian merosot?
Saya pikir itu adalah fenomena yang suram yaa, baik dalam kehidupan beragama maupun kehidupan berbangsa. Remaja itu kan wajah masa depan. Meskipun kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi setidaknya merupakan sunnatullah yang menjadi kebiasaan, bahwa apa yang melekat di masa muda akan terus dibawa ke masa tua. Dalam nasehat-nasehat itu kan disebutkan: Seseorang akan mati sesuai dengan hidupnya, dan akan dihidupkan kembali sesuai dengan matinya. Jadi, apa yang kita lakukan sekarang ini adalah gambaran masa depan.

Bisakah Anda jelaskan mengenai motif mereka mengalami degradasi moral?
Motifnya tentu saja sangat kompleks, dari berbagai sisi. Semua faktor bisa berpengaruh. Namun, secara psikologis, setidaknya ada dua ketertipuan psikologis yang banyak dialami oleh anak-anak muda. Yang pertama adalah perasaan bahwa saya masih muda. Bahwa saya masih lama yang mau mati. Bahwa masa muda adalah masa-masa yang harus dimaklumi, dan lain sebagainya. Pola pikir “mumpung masih muda” ini sangat berbahaya bagi perkembangan anak remaja, karena rata-rata dipakai sebagai alasan untuk melakukan hal-hal negatif.
Yang kedua adalah perasaan bahwa banyak orang yang seperti saya, atau lebih buruk dari saya. Rata-rata anak remaja nakal berpikir bahwa temannya juga melakukan hal yang sama dengan dirinya, atau bahkan lebih parah dari dirinya. Perasaan ini menyebabkan dia mencoba-coba hal-hal buruk, lalu terbiasa melakukan keburukan, dengan nyaris tanpa beban moral sedikitpun.

Dari sekian banyak latar belakang, kira-kira apa yang sangat berpengaruh hingga    menjadikan mereka “brutal”?
Lebih tepatnya menurut saya bukan brutal yaa… tapi nakal. Yang paling besar pengaruhnya, menurut saya, adalah pendidikan dan interaksi lingkungan sosial. Begini yaa, anak remaja itu rata-rata masih sangat labil secara emosional. Mereka belum memiliki jati diri, sehingga mudah sekali terpengaruh dengan lingkungan. Ke mana sebuah trend melangkah, maka ke situ pula mereka melangkah. Ironisnya, kemudian trend ini sekarang sedang dipegang oleh Barat. Melalui perkembangan teknologi informasi yang sedemikian rupa, Barat dengan mudahnya menciptakan trend yang diikuti oleh seluruh dunia.

Melihat semakin merebaknya degradasi moralitas remaja, apa yang harus kita lakukan?
Yang paling penting dilakukan adalah peran orang tua dan keluarga. Itu kuncinya. Jika orang tua dan keluarga memiliki perhatian yang tinggi terhadap moralitas anaknya, maka hal itu akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan moralitas dia. Masalahnya sekarang sangat banyak orang tua yang tidak memiliki perhatian terhadap urusan moralitas itu. Betapa banyak orang tua yang sudah tidak peduli apakah anaknya salat atau tidak? Betapa banyak orang tua yang tidak memperhatikan pakaian dan aurat anak remaja putrinya. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang melarang anak putrinya memakai jilbab, karena dianggap kurang menarik. Ini fakta yaa, saya tidak buat-buat. Sungguh ironis sekali!
Banyak orang tua yang sudah tidak peduli, di mana anaknya bermain, ke mana dia pergi, dengan siapa dia berteman, hiburan apa yang dia gemari, kegiatan apa yang dia lakukan, dan lain sebagainya. Padahal, anak-anak usia remaja itu sangat perlu dibatasi gerak langkahnya. Kalau dibiarkan bebas, hampir pasti mereka akan melangkah ke arah-arah yang negatif.

Di Madura misalnya, sebagai komunitas penganut paham religi, saat ini moralitas remaja Madura sampai pada titik akhirnya. Bagaimana pandangan Anda?
Ini gejala yang merata. Hampir tidak ada sebuah daerah yang anak-anak remajanya terlihat santun seperti dulu, di daerah pedesaan sekalipun, apalagi di perkotaan. Termasuk Madura! Bahkan, Madura yang tiga puluh tahun lalu dikenal sangat menghormati nilai-nilai agama dan tradisi, boleh jadi sudah lebih parah dari yang lain. Begini yaa, orang Madura itu dikenal sebagai suku perantau. Iya kan!? Anak-anak muda Madura, katanya, banyak yang merantau ke daerah-daerah perkotaan, seperti Surabaya dan Jakarta. Bahkan, tidak jarang yang bekerja ke luar negeri.
Hal ini memiliki potensi besar untuk mengangkut budaya dan pola pikir kota, bahkan pola pikir luar negeri, ke daerah Madura. Meski sudah tinggal di Surabaya atau Jakarta, orang Madura perantau itu kan sering pulang ke Madura. Ini, secara otomatis, akan men-Surabaya-kan Madura. Apalagi, dengan sudah adanya Jembatan Suramadu. Surabayaisasi Madura tidak terelakkan, dan hampir pasti terjadi dengan lebih cepat lagi.

Siapakah yang berperan penting untuk mengawal moralitas remaja saat ini, selain orang tua dan pendidikan?
Yaah, tentu saja agama dan tradisi. Jika ajaran agama dan nilai-nilai lokal yang mulia dijaga dengan baik oleh masyarakat, maka hal itu akan menciptakan lingkungan dan tradisi yang kondusif. Secara sosiologis-psikologis, jika ditanamkan dengan baik, agama dan tradisi akan menanamkan karakter pada masing-masing orang yang terlibat di dalamnya. Tradisi mulia yang mengakar di sebuah masyarakat, hal itu akan menjadi karakter bagi masing-masing anggota dari masyarakat tersebut.

Langkah apa yang harus ditempuh untuk mencegah degradasi moral remaja?
Semua hal lah. Seperti yang telah saya sebutkan tadi, mulai dari pengentalan spiritualitas keagamaan, pelestarian nilai-nilai lokal yang mulia, peran orang tua dan keluarga, juga penciptaan lingkungan yang baik, dan tentu saja pendidikan yang tidak hanya mengedepankan aspek keilmuan, tapi juga kental dengan aspek-aspek moral-spiritual.

Mungkin ada pesan untuk para remaja, khususnya remaja Madura?

Pesan saya, sibukkanlah diri dengan sesuatu yang bermanfaat. Tidak adanya aktivitas yang bermanfaat, akan membuat Anda berpikir untuk mengisi waktu dengan kesenangan-kesenangan yang sangat merugikan diri Anda dan masa depan Anda. Lalu, setelah itu, jangan mudah tertipu oleh kecenderungan teman dan trend yang sedang marak di kalangan remaja. 

0 komentar:

Posting Komentar