Puisi, sebuah karya sastra yang membuatku mengenal
cinta, kecintaanku pada sastra mengenalkanku pada seorang pemuda Zaki Ezie
az-Zami, nama yang sering membuat hatiku tak menentu, pesonanya tak hanya
terpancar dari wajahnya, namun tingkah laku, hati dan semua yang ada pada dirinya. Dia
pemuda yang berhasil merebut dan menawan hatiku, kemahirannya dalam mencoretkan
pena, suara emasnya ketika membaca tartilul Qur’an, membuatku tak bisa lupakan
pancaran cahaya di wajahnya. Sebuah perkenalan yang tak disengaja, disaat pesantren
tempatnya menuntut ilmu mengadakan lomba pidato tiga bahasa, dan aku Ana Naurel
el-Hidayah merupakan salah satu dari peserta lomba tersebut, sungguh perkenalan
singkat yang memikat.
“Naurel,you get telephone call”.
“ok,wait the moment sister”.
Tidak biasanya ummi memberi tahuku terlebih dahulu ketika hendak
menjengukku di pesantren, Aneh….!!
Al-hawa min an-nawa, Al-bu’du yazidul qalba wa lu’an. Kisah cinta yang terjalin diantara dua insan di pesantren berbeda
memang membutuhkan kepercayaan dan kesetiaan yang besar, keberaniaan menahan
rindu adalah hal yang harus dilakukan, bahkan menjadi sebuah kewajiban.
“Kuntu fi syauqil ‘amiq”. keluh
hatiku.
“Ya Allah..Semuga kak Ezie benar-benar
menjadi jodoh yang engkau anugrahkan padaku, Aamin”.sebait doa yang sering aku
panjatkan disetiap akhir ruku’ dan sujudku.
Perjanjian cinta yang kupatrikan, sekuat hati akan aku coba untuk
menjaganya. Meski terkadang nafsu menggodaku untuk mengikutinya, diriku mencoba
melawannya kadang nafsu mendorongku untuk mendatangi dan menemuinya sekedar
untuk menumpahkan rindu yang menyesakkan.Tapi peraturan pesantren yang begitu
ketat melumpuhkan nafsu itu.
Alhamdulillah “Ini adalah konsekuensi cinta”. ku coba kuatkan tekad dalam
hati. Lindungi cinta kami ya rob.
Senja, semoga cinta yang kuberi terus kau jaga (purnamamu). Purnama, semoga
senyum yang kupersembahkan padamu selalu kau rindu (senjamu). “Nak, maaf ummi baru menceritakan perihal perjodohan ini
padamu,sebab memang sedari awal abah dan ummi merencanakan untuk memberitahumu
ketika usiamu beranjak 20 Tahun”. Ummi
menjelaskanku dengan lembut, namun tetap saja dada ini begitu sesak terasa, aku
benar-benar tak habis pikir kenapa budaya perjodohan ini terus saja bertahan
hingga detik ini,dan sekarang menimpaku.
Mengkarat. cinta itu mulai sekarat
Terangkai, perangai mulai terurai
Menjelajahi waktu, pada titik tak
tentu
Aku bukanlah bidadari itu
Yang bermata nila diwajah semesta
Aku bukanlah bidadari itu
Yang berhati bersih, bak air yang
jernih
Kilau itu mulai mencekam
Tecabik asa yang mulai binasa
Bukan rindu…!
Karna hati selalu berseru, haru
Itu cumbu….!
Dipelupuk mata sang benalu
Bukan aku bidadari itu
Yang slalu ku puja sepanjang masa
Bukan aku bidadari itu
Yang kau beri sejuta rayu
Tuk balaskan pengabdian waktu
Let the world stop running/let the sun stops shining/let them tell
me love not worth going trought/if those all fall apart,I’ll know deep in my
heart/the only dream that matered had come true in this life,I was covered by
you.
“Assalamu’alaikum kak, ini aku, Naurel”.
“kok tumben nelvon, dik…?”.
“Ea kak, sekarang kakak cukup
mendengarkanku saja, sebab aku tak diberi banyak waktu, sebelumnya aku minta
maaf kak, beberapa hari yang lalu, ummi memberitahuku tentang perjodohanku yang
telah lama direncanakan, dan aku benar-benar tidak tahu tentang hal itu, aku
memang bukan Siti Nurbaya, tapi aku tak memiliki kemampuan untuk menolak
kehendak abah dan ummi kak. Afwan..karna aku tak bisa mempertahankan rajutan
hubungan kita, semuga kakak dapat mengerti, aku doakan semuga kakak mendapatkan
bidadari sholehah, aku harap tak ada rasa benci diantara kita. Terimakasih atas
waktunya kak, wassalamualaikum”. Langsung saja aku tutup sambungan telephone
itu, sebab aku takkan mampu mempertahankan tumpahan air mataku, jika aku
mendengar suaranya yang khas, lembut namun penuh ketegasan.
If loving you is a cream, I might be punished to death, if loving
you is a mistake, I would make thoushand of them, but if loving you is losing
you, may I go the apposite direction.
Diseberang sana seorang lelaki duduk menyendiri,disudut sepi, ada
senyum penuh arti yang timbul setelah sambungan telephone ditutup secara tiba
tiba oleh orang yang dia cinta. Senyum penuh misteri senyum yang sulit untuk
dimengerti.
“Ya Allah jadikanlah aku wanita sholehah, bagi kedua orang tuaku, guruku
dan suamiku, Aamin”.
Disepertiga malam yang sunyi, kucoba merajut cinta dalam sepi, berharap
cinta yang selama ini kujaga cepat terlupa, dan tergantikan dengan cinta yang
baru untuknya, calon imamku.
“Allahumma robbana hablana minladunka zaujan toyyiban wa yakuna
shohiban lii fii ad-dini wa ad-dunya wa al-akhiroh”.
Kenapa begitu sulit ya rob, aku mau tapi aku tak mampu, meski
hanya untuk menghapus namanya dari fikiranku,
Jangan dekat atau jangan datang kepadaku lagi, aku semakin
tersiksa karna tak memilikimu, ku coba jalani hari dengan pengganti dirimu, tapi
hatiku selalu berpihak lagi padamu,mengapa semua ini, terjadi kepadaku,tuhan
maafkan diri ini, yang tak pernah bisa menjauh, dari angan tentangnya, namun
apalah daya ini, bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta dia. “Naurel, 2
bulan lagi akan di adakan ta’arufan, abah dan ummi akan menjemputmu ke pesantren,
1 bulan setelah itu pernikahanmu akan dilaksanakan”.
“Engghi,mie”. Namun ternyata semua
tidak sesuai rencana, tak ada ta’arufan, 1 minggu lagi pernikahanku akan
dilaksanakan, tak ada alasan jelas kenapa pernikahanku dipercepat, aku hanya
mampu mengangguk dan pasrah, ini hidupku. Bismillah. “Adik…” suara lembut yang
tak asing itu mengagetkanku. “ka’ Ezie,,,?!”.kagetku penuh Tanya. “Ehem
ehem,,,!!!” Seisi ruang tamu dirumahku gaduh. Ada apa ini…?? Aku benar benar
tak dapat mengerti ”. Ternyata Allah mempertemukan kita untuk bersama,dik”.
Ucapnya sembari mengedipkan sebelah matanya juga senyuman yang menggoda. Subhanallah..ternyata
dia..!! syukurku tiada henti setelah aku tahu bahwa ka’ Ezie lah yang akan
menjadi imamku, aku pasti sangat bahagia menjalani hari hariku. “Qobiltu
nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur, haalan”. Sujud syukur kulakukan
setelah akad selesai dilaksanakan. Senyum simpul tak dapat aku bendung lagi, bersama
aliran airmata bahagia, aku tak sabar melihat senyum ka’ Ezie, terakhir aku
bertemu 1 minggu yang lalu, sungguh rindu telah menguasai hatiku, aku hanya
termangu di dalam kamar pengantinku. Sekitar jam 19.00 wib semua tamu undangan
telah kembali pulang, namun suara gaduh di beranda rumah memaksaku keluar dari
kamar pengantinku. Aku mengenal tubuh yang terbaring di tengah kerumunan
keluargaku. Semua mata memandangku iba.
“Ka’ Ezie kenapa,mie,,,?”.tanyaku
dalam kesadaran yang tak sempurna.
“penyakit jantung suamimu kambuh, yang
tabah nak, semua yang terjadi telah menjadi kehendak sang maha kuasa”. Mata
ummi berkaca-kaca.
Aku merasa tubuhku begitu ringan, bagai
kapas yang terhempas. Apa lagi ini ya rob…?!
“ka’ bangunlah..!”. Aku menyentuh
pipi pucat suamiku, dingin.
“Nadinya tak berdenyut lagi,,,!!!”.
Ucap salah seorang di kerumunan itu, malam pernikahanku penuh dengan
tangis.
Ya Allah,,hamba mohon berilah sedikit waktu pada ka’ Ezie, aku
hanya ingin melalui malam ini bersama ka’ Ezie, jika menurut engkau itu terlalu
lama ya rob, biarkanlah suamiku sadar, agar dia dapat mencium keningku sembari
melafadzkan sebait doa untukku, jika itu masih terlalu lama biarkan suamiku
sekedar tersenyum padaku, biarkan ka’ Ezie menatapku meski sejenak”. Erang hatiku.
“Menangislah nak, tumpahkan semua
kesedihan yang kau rasa”. Mertuaku mendekapku erat.
Aku ingin sekali tuk alirkan airmata ini, tapi aku tak bisa, aku
tak mampu, aku lumpuh, rapuh, aku kaku, beku bak batu. Semua kini benar-benar
telah berakhir, malam ini malam pertama dan terakhirku menjadi seorang istri. Allahu
robbi,,,kuatkan hambamu ini.
“Naurel mencintai ka’ Ezie karna
Allah, ternyata Allah juga mencintai ka’ Ezie, sehingga Allah lebih ridho ka’
Ezie dekat dengan-NYA, selamat jalan ka’, tunggu aku di pintu surga”. Bisikku terusik.
Mungkin akan berat dan sulit ketika semua mimpi yang selama ini
kurajut, harus musnah begitu saja, kenapa kebahagiaan ini begitu cepat berlalu
pergi,,,?!
“Aku hanya ingin menjadi penyair bagi dirimu suamiku, yang dengan
setia menyuguhkan sebait puisi sebagai peneman secangkir kopi disetiap pagi”.
Namun semua telah berbeda, aku, kamu, cinta kita, milik Allah, dan cepat atau
lambat akan kembali pada Allah, sebab kehidupan bagaikan tasbih, bermula dan
berakhir di titik yang sama.
Memulai,,,menelaah kisah antah
berantah
Bercerita cinta, berkawan dusta
Bukan ini harapan hati, sunyi
Karna purnama pun mulai enggan
bercahaya
Rindu dibalik pelangi itu, ada
Cinta dibalik lembayung senja itu, nyata
Wahai pujangga tanpa cinta
Menarilah meski tanpa nada
Biarlah irama tak bersuara
Sebab lirik mulai tak menarik
Bayang pun menghilang
Kini….
Air,
Debu,
Masa,
Waktu,
Tak mampu lagi menghapus jejakmu.
‘’Everything Come And Goes Leaving
Memories Behind’’(Reality of life)
Opus Writen By; Putri Kata
TMI Darul Ittihad
0 komentar:
Posting Komentar