Maulid, kata yang diadopsi dari bahasa Arab ke dalam bahasa
Indonesia, yang digunakan sebagai hari kelahiran, namun lumrahnya, ketika Maulid
diucapkan maka yang kita tangkap adalah perayaan hari kelahiran Rasulullah.
Perayaan Maulid Nabi pertama kali diprakarsai oleh al-Muzaffar Abu Sa’id (549-630 M/1154-1233 M) penguasa
Irbil, Irak yang juga suami dari Rabi’ah Khatun binti Ayyub saudara perempuan
Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Atas saran dari iparnya, Raja al-Muzaffar Abu Sa’id,
Sultan Salahuddin al-Ayyubi yang berkuasa di Mesir (532 – 589 H/1137-1193 M)
juga mengadakan acara Maulid secara besar-besaran guna menanamkan jiwa
patriotisme kepada umat Islam.
Maka pada bulan Dzul Hijjah tahun 579 H/1183 M. Salahuddin al-Ayyubi
pergi ke Mekkah dan mengintruksikan kepada semua jemaah haji agar sepulangnya
ke tanah air masing-masing, mereka mentradisikan acara Maulidurrasul, maka pada tahun berikutnya yaitu 580 H/1183 M.
Salahuddin mengadakan acara Maulid Nabi secara besar-besaran dan mengundang
tokoh orator guna membangkitkan semangat juang demi menegakkan Islam di bumi
Allah. Sebab pada saat itu, umat Islam dalam keterpurukan dan dalam ancaman
musibah yang besar, tidak hanya menyangkut tentang kedaulatan negara tetapi
musibah yang terkait dengan keberlangsungan agama Islam, karena pada saat itu
pasukan Salib telah menguasai Yerussalem, Palestina dan mengubah Baitil Maqdis
menjadi gereja kaum Kristiani.
Untuk membangkitkan gairah keberislaman umat Islam, maka dibutuhkan
suntikan semangat juang dan kecintaannya kepada agama, maka untuk membangkitkan
itu semua cara terbaik adalah dengan cara mengadakan Maulid Nabi, yang di
dalamnya berisi sejarah kehidupan beliau, tentunya sejak beliau hidup hingga
perjuangan Rasulullah menegakkan agama Allah dengan melewati rintangan dari
orang-orang Qurasy sebagai musuh utama dari umat Islam, dan atas nama Islam
pula pertolongan Allah selalu menyertai langkah perjuangan Rasulullah dalam
menegakkan agamanya. Dengan demikian langkah yang diambil Salahuddin al-Ayyubi
untuk menanamkan kecintaan kepada Islam dengan memperkenalkan perjuangan
Rasulullah, mendapat hasil yang menjanjikan, hal itu dapat dibuktikan dengan
keberhasilan Salahuddin merebut Yerussalem dari tangan tentara Salib pada tahun
583 H/1187 M. Dan merubah Baitul Maqdis menjadi masjid kembali.
Semangat Keislaman
Esensi Maulid tidak sesederhana perayaan yang mentradisi dimasyarakt
kita, dengan hanya mengadakan acara berzanjian, salawatan dan lain sebagainya
tanpa ada penghayatan dari tujuan Maulid itu sendiri. Pada pokoknya, tujuan Maulid
adalah menanamkan semangat keberislaman Rasulillah kepada umatnya, agar tujuan
Islam tidak hanya menjadi teori saja, tetapi menjadi perilaku bagi penganutnya.
Islam seakan hanya menjadi agama kedok saja, untuk berlindung dari
topeng kemunafikan, jadinya tidak heran
ketika perilaku anarkis, tawuran antar pelajar, korupsi berjema’ah dan sederet
kemunafikan lainnya menjadi pemandangan yang amat memiriskan hati. Hal itu
disebabkan Islam hanya sebatas agama dan tidak sampai menjadi ruh, padahal
sejarah telah membuktikan bahwa ketika semangat keberislaman dijadikan ruh,
maka rahmat Allah akan selalu berpihak. Ketika perang Badar berkecamuk, tentara
Islam hanya tiga ratus tiga belas menghadapi seribu tentara kafir Quraisy,
tetapi Allah berpihak kepada Islam dengan menghancurkan tentara Quraisy,
sebaliknya ketika perang Uhud terjadi, lima puluh pemanah dari tentara Islam
melalaikan perintah Rasulullah, yang nota beninya adalah pembawa syari’at,
dengan meninggalkan puncak gunung uhud, tetapi mereka silau dengan harta
rampasan hingga mereka tidak lagi menjiwai perintah rasul, dan akibatnya pun
umat Islam terpuruk dalam kekalahan.
Begitu juga Islam di Indonesia telah menjadi manyoritas, tetapi
mengapa semua kebobrokan, pelaku utamanya kebanyakan dari umat Islam sendiri.
kemiskinan, pengangguran, kondisi negara yang tidak setabil memang bisa menjadi
alasan untuk berdalih dari sekian kebobrokan itu, tetapi mengkambing hitamkan
semua itu bukanlah alasan menyelesaikan semua kebobrokan yang telah mengakar
ini, hal tersebut terjadi disebabkan mereka telah jauh dari Rasulnya, hingga
mereka salah jalan, baju Islam tetapi berhati kuffar Quraisy.
Ruh Maulid Merangkul Umat
Dengan adanya momentum Maulid Nabi ini, ada baiknya sejenak rehat dari
kepenatan kita tentang keduniawian, luangkanlah waktunya sejenak guna meresapi Maulidurrasul, kosongkanlah hati kita
untuk sejenak mengisinya dengan ruh-ruh ajaran beliau. Resapilah dan didiklah
jiwa kita masing-masing dengan semangat Maulid ini, tentunya dengan cara
menghayati ajaran Rasul, didalam kehidupannya beliau selalu berhias dengan
ahlak yang lemah lembut, tetapi tetap dengan semangat keberagamaan yang tinggi,
istilahnya lentur tapi membuktikan.
Jadi, pada kesimpulannya, bagaimana dimomentum hari ulang tahun
kelahiran manusia terbaik ini, kita mampu membelokkan hati kita menjadi condong
kepada ruh-ruh Islam. Jangan sampai Allah menurunkan azdab disebabkan kemurkaan
Allah kepada kita, hanya dilatar belakangi hilangnya ruh-ruh Islam dari
pemeluknya. Negara Indonesia yang besar, dan berpenduduk Islam mayoritas terbesar
di dunia terkotak-kotak dalam berbagai kepentingan pihak-pihak tertentu, dan
jika kita masih saja terjebak pada semua permainan tangan-tangan tak
bertanggung jawab, bukan tidak mustahil murka Allah diturunkan ke bumi
Indonesia ini. Allah menurunkan azdab pada dasarnya bukan tanpa alasan, juga
Allah memberi nikmat pada suatu kaum juga bukan tanpa alasan. Cukup sudah
penipuan kita terhadap agama, dan mulailah membawa perilaku Islami ke dalam
kehidupan kita, tentunya semua itu tidak bisa terealisasi kecuali dimulai dari
diri kita sendiri, dan selanjutnya perilaku itu akan memancar kepada
orang-orang yang ada di sekeliling kita. Dengan demikian semangat keberislaman
tidak lagi hanya sebatas tameng, tetapi sudah menjadi ruh dari masing-masing
kita, dan dengan begitu esensi Islam sudah sesuai dengan perilaku penganutnya.
*Sutrisno Farizy_NH/Aschal*
0 komentar:
Posting Komentar