(Tab Widget 2)

Minggu, 05 Februari 2017

MENJIWAI MOMENTUM MAULID NABI (ASCHAL Edisi 14)


Maulid, kata yang diadopsi dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, yang digunakan sebagai hari kelahiran, namun lumrahnya, ketika Maulid diucapkan maka yang kita tangkap adalah perayaan hari kelahiran Rasulullah. Perayaan Maulid Nabi pertama kali diprakarsai oleh  al-Muzaffar Abu Sa’id (549-630 M/1154-1233 M) penguasa Irbil, Irak yang juga suami dari Rabi’ah Khatun binti Ayyub saudara perempuan Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Atas saran dari iparnya, Raja al-Muzaffar Abu Sa’id, Sultan Salahuddin al-Ayyubi yang berkuasa di Mesir (532 – 589 H/1137-1193 M) juga mengadakan acara Maulid secara besar-besaran guna menanamkan jiwa patriotisme kepada umat Islam.
Maka pada bulan Dzul Hijjah tahun 579 H/1183 M. Salahuddin al-Ayyubi pergi ke Mekkah dan mengintruksikan kepada semua jemaah haji agar sepulangnya ke tanah air masing-masing, mereka mentradisikan acara Maulidurrasul, maka pada tahun berikutnya yaitu 580 H/1183 M. Salahuddin mengadakan acara Maulid Nabi secara besar-besaran dan mengundang tokoh orator guna membangkitkan semangat juang demi menegakkan Islam di bumi Allah. Sebab pada saat itu, umat Islam dalam keterpurukan dan dalam ancaman musibah yang besar, tidak hanya menyangkut tentang kedaulatan negara tetapi musibah yang terkait dengan keberlangsungan agama Islam, karena pada saat itu pasukan Salib telah menguasai Yerussalem, Palestina dan mengubah Baitil Maqdis menjadi gereja kaum Kristiani.
Untuk membangkitkan gairah keberislaman umat Islam, maka dibutuhkan suntikan semangat juang dan kecintaannya kepada agama, maka untuk membangkitkan itu semua cara terbaik adalah dengan cara mengadakan Maulid Nabi, yang di dalamnya berisi sejarah kehidupan beliau, tentunya sejak beliau hidup hingga perjuangan Rasulullah menegakkan agama Allah dengan melewati rintangan dari orang-orang Qurasy sebagai musuh utama dari umat Islam, dan atas nama Islam pula pertolongan Allah selalu menyertai langkah perjuangan Rasulullah dalam menegakkan agamanya. Dengan demikian langkah yang diambil Salahuddin al-Ayyubi untuk menanamkan kecintaan kepada Islam dengan memperkenalkan perjuangan Rasulullah, mendapat hasil yang menjanjikan, hal itu dapat dibuktikan dengan keberhasilan Salahuddin merebut Yerussalem dari tangan tentara Salib pada tahun 583 H/1187 M. Dan merubah Baitul Maqdis menjadi masjid kembali.
Semangat Keislaman
Esensi Maulid tidak sesederhana perayaan yang mentradisi dimasyarakt kita, dengan hanya mengadakan acara berzanjian, salawatan dan lain sebagainya tanpa ada penghayatan dari tujuan Maulid itu sendiri. Pada pokoknya, tujuan Maulid adalah menanamkan semangat keberislaman Rasulillah kepada umatnya, agar tujuan Islam tidak hanya menjadi teori saja, tetapi menjadi perilaku bagi penganutnya.
Islam seakan hanya menjadi agama kedok saja, untuk berlindung dari topeng kemunafikan,  jadinya tidak heran ketika perilaku anarkis, tawuran antar pelajar, korupsi berjema’ah dan sederet kemunafikan lainnya menjadi pemandangan yang amat memiriskan hati. Hal itu disebabkan Islam hanya sebatas agama dan tidak sampai menjadi ruh, padahal sejarah telah membuktikan bahwa ketika semangat keberislaman dijadikan ruh, maka rahmat Allah akan selalu berpihak. Ketika perang Badar berkecamuk, tentara Islam hanya tiga ratus tiga belas menghadapi seribu tentara kafir Quraisy, tetapi Allah berpihak kepada Islam dengan menghancurkan tentara Quraisy, sebaliknya ketika perang Uhud terjadi, lima puluh pemanah dari tentara Islam melalaikan perintah Rasulullah, yang nota beninya adalah pembawa syari’at, dengan meninggalkan puncak gunung uhud, tetapi mereka silau dengan harta rampasan hingga mereka tidak lagi menjiwai perintah rasul, dan akibatnya pun umat Islam terpuruk dalam kekalahan.
Begitu juga Islam di Indonesia telah menjadi manyoritas, tetapi mengapa semua kebobrokan, pelaku utamanya kebanyakan dari umat Islam sendiri. kemiskinan, pengangguran, kondisi negara yang tidak setabil memang bisa menjadi alasan untuk berdalih dari sekian kebobrokan itu, tetapi mengkambing hitamkan semua itu bukanlah alasan menyelesaikan semua kebobrokan yang telah mengakar ini, hal tersebut terjadi disebabkan mereka telah jauh dari Rasulnya, hingga mereka salah jalan, baju Islam tetapi berhati kuffar Quraisy.
Ruh Maulid Merangkul Umat
Dengan adanya momentum Maulid Nabi ini, ada baiknya sejenak rehat dari kepenatan kita tentang keduniawian, luangkanlah waktunya sejenak guna meresapi Maulidurrasul, kosongkanlah hati kita untuk sejenak mengisinya dengan ruh-ruh ajaran beliau. Resapilah dan didiklah jiwa kita masing-masing dengan semangat Maulid ini, tentunya dengan cara menghayati ajaran Rasul, didalam kehidupannya beliau selalu berhias dengan ahlak yang lemah lembut, tetapi tetap dengan semangat keberagamaan yang tinggi, istilahnya lentur tapi membuktikan.
Jadi, pada kesimpulannya, bagaimana dimomentum hari ulang tahun kelahiran manusia terbaik ini, kita mampu membelokkan hati kita menjadi condong kepada ruh-ruh Islam. Jangan sampai Allah menurunkan azdab disebabkan kemurkaan Allah kepada kita, hanya dilatar belakangi hilangnya ruh-ruh Islam dari pemeluknya. Negara Indonesia yang besar, dan berpenduduk Islam mayoritas terbesar di dunia terkotak-kotak dalam berbagai kepentingan pihak-pihak tertentu, dan jika kita masih saja terjebak pada semua permainan tangan-tangan tak bertanggung jawab, bukan tidak mustahil murka Allah diturunkan ke bumi Indonesia ini. Allah menurunkan azdab pada dasarnya bukan tanpa alasan, juga Allah memberi nikmat pada suatu kaum juga bukan tanpa alasan. Cukup sudah penipuan kita terhadap agama, dan mulailah membawa perilaku Islami ke dalam kehidupan kita, tentunya semua itu tidak bisa terealisasi kecuali dimulai dari diri kita sendiri, dan selanjutnya perilaku itu akan memancar kepada orang-orang yang ada di sekeliling kita. Dengan demikian semangat keberislaman tidak lagi hanya sebatas tameng, tetapi sudah menjadi ruh dari masing-masing kita, dan dengan begitu esensi Islam sudah sesuai dengan perilaku penganutnya.
*Sutrisno Farizy_NH/Aschal*

0 komentar:

Posting Komentar