(Tab Widget 2)

Selasa, 14 Februari 2017

SYAICH ZAKARIA AL-ANSHARI (ASCHAL Edisi 15)


Syaich Zakaria Al-Anshari;
Pemungut kulit Semangka yang ‘alim “luar biasa
(826-926/1423-1520)
Oleh Abd. Fattah I ATM
Kulit semangka ternyata tidak hanya menjadi konsumsi Syaichona Moh. Cholil ketika menimba ilmu, jauh sebelum itu, sekitar abad ke 8 H. Ada seorang pemuda yang kelak akan menjadi guru besar serta tunggal di masanya juga mengalami nasib sebagaimana Syaichona Moh. Cholil memungut kulit semangka dari tempat sampah. Beliau adalah guru besar Islam, Abu Yahya Zakaria al-Anshari yang familiar dengan panggilan Syeich Zakaria.
Mesir adalah negara kelahirannya, tepatnya di Sunaikah, sebuah desa kecil yang terletak antara kota Bilbis dan Al-Abbasiyah, timur Mesir. Desa yang pada tahun 826 H/1423 M. menjadi saksi lahirnya seorang mujaddin ke 9 H. di lingkungan keluarga yang terbilang cukup bahkan sangat sederhana.
Menginjak usia remaja, semangat mencari ilmu mengantarkan Zakariya menuju Universitas al-Azhar Cairo. Waktu tidak di laluinya dengan sia-sia, ia perdalami semua bidang keilmuan, makanya tidak heran jika kemudian Zakariya mampu menguasai berbagai disiplin ilmu khususnya dalam bidang keagamaan seperti fikih, hadits, tafsir, nahwu dan lainnya.
Rihlah ilmiahnya tidak berjalan mulus sebagaimana mayoritas kalangan. Syeich Zakariya hidup dengan kondisi krisis ekonomi, tidak ada bekal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. oleh karenanya, sebagaimana di sampaikan di atas, beliau seringkali memungut sisa-sisa kulit semangka yang tergeletak berceceran di tanah sebagai makanan pokok. Dan hal itu terus di laluinya hingga kemudian ada seseorang yang mengetahui kebiasaan miskin Syeich Zakariya tersebut. orang tersebut adalah seorang waliyullah yang bekerja di sebuah perusahaan tepung. Orang ini yang kemudian sangat berjasa dalam kehidupan Syeich Zakariya, ia memenuhi segala kebutuhan Syeich Zakariya, seperti pakaian, makanan, kitab-kitab dan lain sebagainya. Hal itu terus di lakukannya sampai beberapa tahun.
Suatu ketika di malam yang sepi, ketika orang-orang sedang tidur, tiba-tiba sang dermawan itu mendatangi Syeich Zakariya dan memintanya untuk bangun lalu mengajaknya keluar. Sebagaimana di ceritakan Syeich Zakariya, “Aku berjalan mengikuti langkah-langkahnya dan berhenti di suatu tangga tempat bahan bakar. Tangga itu lumayan tinggi. Di tengah pikiranku yang berkecamuk mengapa aku dibawa ke tempat ini tiba-tiba orang mulia itu berkata kepadaku: "Naiklah…" "Naik tangga ini ?" aku bertanya dalam keadaan bimbang. "Ya, naikilah tangga itu. Aku menaiki tangga itu dengan pelan dan terus berpikir apa makna semua ini. Orang tua asuhku itu terus bilang, "Ayo terus naik, terus". setelah aku sampai di puncak beliau berkata: "Kamu akan tetap hidup sementara semua kawan sezamanmu telah mati. Kamu akan unggul melebihi semua ulama Mesir. Murid-muridmu akan menjadi syekh-syekh besar. Inilah yang terjadi dalam kehidupanmu hingga tertutup penglihatanmu". "Berarti aku akan menjadi buta?" ratapku seketika. Beliau berkata: "Sabarlah itu sudah menjadi suratan wajib bagimu". Sejak saat itu, aku tidak pernah bertemu beliau lagi.”
Ternyata benar apa yang yang telah di sampaikan oleh sang dermawan di atas, berbagai gelar ilmiah di nobatkan kepada Syeich Zakariya dan masyhur di berbagai elemen, mulai rakyat hingga pejabat sampai akhirnya Zakariya mendapatkan tawaran menjadi hakim tertinggi di Negaranya akan tetapi selalu di tolaknya dengan lembut hingga pada bulan Rajab 886 H. Beliau menerima tawaran tersebut akibat selalu di desak oleh raja.
Selama menjadi hakim, beliau selalu tegas dalam memberikan kebijakan, tidak pandang bulu. Tidak juga seperti gambaran hukum di Negeri ini yang tajam. Bahkan beliau tidak segan-segan melayangkan surat teguran serta kecaman kepada raja waktu itu karena kebijakan-kebijakannya yang berseberangan dengan tuntutan agama. Dan ini mengakibatkan beliau di pecat dari posisinya sebagai hakim tertinggi. Setelah lepas dari jabatannya sebagai hakim, beliau kembali menggeluti dunianya sebagai seorang ulama. Mengarang dan mengajar.
Di antara karangannya adalah: Tahrir Tanqih al-Lubab (Fikih), Tuhfah al-Bari ‘ala Shahih al-Bukhari (Hadits), Syarh Isaghuji (Mantiq), Syarh as-Syafi’iyah li Ibn Hajib (Nahwu), Fath ar-Rahman bi Kasyf Ma Yaltabisu fi al-Qur’an (Tafsir) dan masih banyak yang lain. Beberapa karya di atas  menjadi standart kurikulum di berbagai pondok pesantren di nusantara termasuk juga pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Demangan Barat Bangkalan, seperti tuhfatu al-thullab syarh tahriri tanqihi al-lubab (Fiqih).
Pada tahun 906 H. tejadi musibah besar yang menimpa Syeich Zakariya. Ketika terdengar kabar bahwa kapal yang membawa putranya, Syekh Muhibbuddin tenggelam di sungai Nil. Berita itu membuat Syeich Zakariya begitu berduka. Beliau selalu menangisi kepergian putranya sehingga indra penglihatannya menjadi kabut. Rupanya perkataan sang wali yang menemaninya beberapa tahun yang silam menjadi kenyataan, beliau buta sepanjang hidupnya.
Syekh Zakariya wafat pada hari Jumat 04 Dzulhijjah 926 H/1423 M. dan dikebumikan  di Qarafah, Kairo dekat makam Imam Syafi’i.

0 komentar:

Posting Komentar