(Tab Widget 2)

Rabu, 01 Februari 2017

Pendidik Al-Qur’an yang Istiqomah (ASCHAl Esiai 13)


KH. Muchtaram Mun’im,
            Bangkalan adalah salah satu kota yang tercatat sebagai tempat lahirnya beberapa ulama kharismatik yang menjadi pembimbing serta panutan masyarakat. Salah satu di antara beberapa ulama tersebut adalah KH.Muchtaram Mun’im, sosok pendidik Al-Qur’an yang Istiqomah
Lahirnya sang pendidik
Sekitar tahun 1352 H/1931 M masehi dikota bangkalan tepatnya kampung jegelen yang terletak di sebelah utara kota bangkalan lahir seorang bayi dari pasangan KH. Abd.Mun’im bersama Nyai Hj. Talifah yang kemudian di beri nama Muchtaram Mun’im. Beliau lahir di lingkungan pesantren asuhan ayahnya yang lebih spesifik terhadap pengajaran ilmu Al-Qur’an dan banyak melahirkan para huffadz (penghafal Al-Qur’an). Pondok ini dikenal dengan istilah pondok jegelen. Konon, KH. Abdul Mun’im ini hadup semasa dengan Syaichona Moh. Cholil sehingga suatu ketika ada seorang santri yang hendak mengaji Al-Quran ke Syaichona Moh. Cholil lantas beliau menyarankan santri tersebut untuk berguru kepada kiai Bancaran Yaitu KH. Abdul Mun’im (pada waktu itu syaichona cholil sudah sepuh dan kiai mun’in masih muda).
Dibimbing dan ditinggal orang tua
Kiai Muchtaram mendapat bimbingan Al Qur’an secara langsung dari ayahandanya, Kiai Abdul Mun’im hingga menginjak usia remaja karena memang taram kecil inilah yang kelak akan melanjutkan sebagai penerus perjuangan sang ayah.  Akan tetapi, dalam usia yang terbilang masih sangat muda dan haus terhadap bimbingan seorang ayah, beliau harus rela kehilangan sang ayahanda berpulang kerahmatullah dan disusul beberapa tahun kemudian oleh Ibu beliau, Nyai talifah. sejak saat itu kiai Muhtaram hanya tinggal bersama para saudara beliau. Diantaranya adalah KH. Fakhri Mun’im.
Menimba ilmu di pesantren
            Kepergian kedua orang tuanya tidak lantas menjadikan taram kecil patah semangat dalam menuntut ilmu. Layaknya putra seorang kiai dan dengan kecukupan ekonomi sebagai bekal untuk menuntut ilmu, maka kiai muchtaram muda oleh saudaranya dimondokkan di salah satu pesantren di tanah jawa yaitu pondok pesantren Panji buduran sidoarjo.  tidak ada sumber yang pasti mengenai tahun berapa lama beliau mondok di pesantren tersebut hanya saja menurut salah satu putranya, KH. Hasbullah Muchtaram sekitar - + 6 tahun.
Menikahi cucu Syaichona Moh.Cholil
            Setelah beberapa tahun berada di pesantren Panji Buduran sidoarjo, Kiai Muchtaram  pulang ke kampung halamannya yaitu desa pajegelen dan meneruskan syi’ar dan perjuangn sang ayahandanya. Tidak hanya itu, kiai Muchtaram kemudian mempersunting salah seorang putri Kiai Yasin kepang yang masih memiliki ikatan nasab dengan Syaichonaa Moh. Cholil dari jalur ibunya, Istri KH Yasin yaitu Nyai Hj. Asiatun Binti Nyai Asma (istri KH. Yasin) binti Syaichona Moh. Cholil bin KH. Abdullatif. Dari pernikahannya dengan Nyai. Hj. Asiyatun ini Kiai Muchtaram dikaruniai 6 buah hati; 3 laki-laki dan yang tiganya lagi perempuan. Mereka semua adalah KH.Ahmad Faruq, Nyai. Nur Jamilah, Nyai. Nur Kautsar, Nyai. Nur Latifah, KH. Hasbullah dan terakhir KH. Imam Ghozali.
Mendirikan podok pesantren
            Tiga tahun setelah pernikahan dengan Nyai. Hj. Asiatun yang tentunya dengan bekal keilmuan yang mapan, beliau hijrah ke demangan tepatnya di sebelah timur pondok pesantren syaichona Moh. Cholil dan mendirikan pondok pesantren di sana yang saat ini dikenal dengan pondok pesantren Nurul hidayah. Di sanalah beliau mulai merintis, meneruskan cita-cita sang ayah yaitu sebuah perjuangan dengan mengajarkan beberapa disiplin ilmu. Metode mengajar yang di lakukan oleh Kiai Muchtaram ini tidak monoton terhadap apa yang di lakukan sang ayah yaitu pondok pesantren yang lebih spesifik terhadaqp ilmu al qur’an. Akan tetapi metode beliau lebih mengglobal terhadap pembelajaran kitab kuning.
            Dalam pondok pesantren ini pula beliau menggagas sebuah trobosan baru dikala itu  yang mana para santri mendapatkan izin untuk menimba ilmu umum ke luar pesantren yang pada saat itu sekitar era 70-an pelajaran ilmu umum masih di anggap tabu untuk di pelajari dan kebanyakan para santri hanya monoton pada pengajian kitab kuning.
            Setelah beliau boyong dari panji sidoarjo, dalam usianya yang masih terbilang sangat muda beliau sudah mulai menggeluti dunia sosial dengan cara terjun langsung kemasyarakat dalam mengajarkan ilmu al qur’an karena di pondok beliau,  selain menerima santri dari luar kiai taram muda punya pemikiran untuk menyebarkan dan mengenalkan bacaan ilmu al qur’an dengan cara mendatangi langsung satu persatu rumah-rumah di sekitar pesantren.
Meniti istiqomah
            kesadaran akan pentingnya ibadah shalat rupanya sangat tertanam dalam benak kiai muchtaram. Betapa tidak, selain di kenal sebagai penyiar agama beliau juga merupakan tokoh yang sangat istiqomah dalam melaksanakan ibadah shalat lima. Setiap kumandang tarhim terdengar, beliau di pastikan sudah selesai mandi dan bersiap-siap dengan busana yang rapi untuk menyambut kedatangan waktu shalat. Dan waktu yang seperti inilah beliau tidak segan-segan menghentikan perbincangannya dengan para tamu untuk kemudian melaksanakan shalat. Siapapun tamunya.
            Beliau juga di kenal sebagai seorang kiai yang sangat disiplin dalam semua urusan. beliau juga sangat menghormati waktu dalam segala hal terutamanya dalam menghadiri undangan atau mengunjungi tamu.
            Dalam lingkungan keluarga, beliau adalah sosok yang selalu memposisikan musyawaroh sebagai jalan keluar dari semua masalah yang sedang beliau hadapi. Kalau pun toh masalah itu belum ada jalan keluarnya, beliau lebih memilih diam ketimbang harus banyak bicara yang tidak bermanfaat.
            Beliau juga tertmasuk sosok yang sangat di kagumi di lingkungan keluarganya mulai dari istri beliau, anak-anak dan cucu-cucu yang menututi masa hidup beliau.
 Sang guru kembali ke rahmatullah
            Pada malam jum’at Sya’ban 1415 H/1994 M. di komplek pondok pesantren Nurul Hidayah tersebar kabar yang melahirkan duka besar dihati masyarakat terutama keluarga dan sanak family kiai muchtaram. Sosok yang selama ini menjadi kebanggaan serta pembimbing masyarakat telah berpulang kerahmatullah.
            Beliau dimakamkan di pemakaman martajasah di dekat makam Syaichona Moh. Cholil berdempetan dengan makam ayahandanya.
            Kepergian kiai Muchtaram sangat menyisakan kesedihan yang luar biasa dikalangan masyarakat terutama para santri yang selalu haus akan bimbingan beliau. Selamat jalan wahai guru.
Semoga amal ibadahnya di terima di sisi Allah SWT.
*Mufti, Maulana Ishaq Rafi/Aschal*

0 komentar:

Posting Komentar