Menitipkan anak di sebuah pendidikan
pesantren seringkali tidak disertai dengan ruh amal yang semata-mata demi
mendapatkan ridho Allah Swt. Niat yang semestinya menjadi pondasi awal masuk
pesantren masih tidak begitu diperhatikan dan akibatnya pun seakan-akan tidak
pernah dipetimbangkan. Lalu bagaimana sebenarnya niat yang baik ketika hendak
ada dipesantren? Berikut Wawancara Pimpinan Redaksi Aschal Mufti Shohib Bersama
KH. Abdul Wahid Hasyim, salah satu staf pengajar Madrasah Diniyah al-Ma’arif tingkat
Aliyah Tarbiyatul Mu’allimin PP. Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. Berikut
wawancaranya:
Kadang
pesantren hanya sekdedar nitip anak. Pandangan Kiai?
Yang
demikian itu ya kurang tepat karena segala sesuatu harus didasari dengan niat.
Niat yang salah akan memperoleh hasil sebagaimana apa yang di niati.
Kira-kira
hal demikian factor utamanya apa?
Faktornya
banyak. yang pertama karena factor ketidak fahaman wali santri terhadap
kewajiban dan tanggung jawabnya. bagaimana sebagai orang tua mempunyai kewajiban
moral untuk membesarkan anaknya sesuai norma-norma
Islam. maka dengan demikian wali santri harus diberi pemahaman sebab mereka
tidak begitu mengetahui bahwa melakukan sesuatu itu sangat tergantung pada niat.
di dalam kitab-kitab kan banyak dijelaskan bahwa
كم من عمل يتصور بصورةة عمل الدنيا فصار
بحسن النية عمل الاخرة
Betapa
banyak perbuatan yang berbentuk perbuatan duniawi, kemudian karena niat yang
baik maka menjadi perbuatan akhirat
Dan
ini juga berlaku sebaliknya. Ketika masuk pesantren yang itu merupakan
perbuatan ukhrawy, ketika niatnya tidak baik maka otomatis menjadi perbuatan
duniawi belaka. jadi kalau niatnya hanya sekedar nitip anak, ya aman saja
selesai tapi tidak akan memperoleh apa yang diinginkan.
Bagaimana
Niat yang baik?
Ya
tentu yang pertama orang menitipkan anak ke pesantren, agar anaknya itu
dalam kehidupannya mendapat ridlo Allah. yang kedua supaya menjadi anak
yang sholeh. yang ketiga supaya anak itu bisa menjadi orang yang
memiliki ilmu yang bermanfaat di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dan yang
paling penting juga ketika saya misalnya menitipkan anak ke pesantren saya
mempunyai harapan, potensi yang ada pada diri
anak saya itu bisa dikembangkan baik potensi yang bersifat karakter
maupun potensi-potensi yang lain yang bisa dikembangkan. Jadi harapannya dengan
dititipkan di pondok pesantren, anak kita dapat berkembang sesuai dengan apa
yang kita harapkan.
Antara
pendidikan formal dan diniyah di pesantren. Mana yang harus diprioritaskan?
Pendidikan
diniyah sebagai salah satu ciri dan karakter pendidikan pesantren tentu harus
lebih diprioritaskan daripada pendidikan formal. Seperti di pondok (PP.
Syaichona Moh. Cholil). Jadi sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pengasuh.
Itulah sebabnya kenapa diniyah waktu sekolahnya di pagi hari karena memang
waktu pagi itu lebih panjang dan pemikiran juga lebih segar.
Adapun
pendidikan formal hanyalah sekedar untuk mengakomodir berbagai kepentingan dan
harapan masyarakat pada konteks sekarang. Pada era Sekarang, pesantren tanpa adanya
pendidikan formal nampak akan kurang mendapat minat dari masyarakat. Jadi
berkembang sesuai tuntutan situasi.
Kenyataannya
banyak kalangan masyarakat yang memprioritaskan Formal
Kenyataan
di tengah masyarakat memang demikian. Itulah sebabnya pesantren merespon
terhadap keinginan masyarakat tersebut. Akan tetapi, pesantren selain harus
dapat merespon keinginan masyarakat juga harus menjaga substansi, karakter dan
tujuan asasi didirikannya pondok pesantren agar tidak melenceng dari karakter
aslinya. Kalau pondok pesantren tidak lagi menjaga karakter aslinya (Diniyah)
dan lebih memprioritaskan karakter baru (keinginan masyarakat; formal), maka
pesantren akan kehilangan keasliannya dan tidak lagi menjadi sebuah lembaga
pendidikan yang unik, tapi tak ubahnya seperti lembaga-lembaga pendidikan formal
lain yang, -saya kira- tidak ada sumber barokah. Kala pesantren jelas sumber
barokah, sumber ilmu, hikmah dan lain sebagainya. Inilah yang asli pesantren
asalkan niatnya benar dan di pesantren
hidup layaknya seorang tholibul ilmi. Jadi pendidikan diniyah tetap
harus diprioritaskan tanpa harus menghilangkan kepentingan formal.
Sebenarnya
kalau kita berbicara masalah substansi pendidikan Islam tidak ada yang namanya
dikotomi tapi kadang orang-orang lebih memprioritaskan yang satunya daripada
yang lain.
Tentang
degradasi berbagai aspek yang dialami santri, adakah kaitannya dengan niat yang
tidak benar?
sedikit
banyak Ada. Di dalam hadits kan sudah
dijelaskan bahwa
ومن كان هجرته الى الله ورسوله
فهجرته الى الله ورسوله ومن كان هجرته الى الدنيا يصيبها او امرئة ينكحها فهجرته
الى ما هاجر اليه
Jadi
kalau niatnya hanyalah sekedar nitip, jelas ada kaitannya dan dampak
negatifnya.
Dampak
negative yang lebih luas?
Dari
aspek moral ini akan muncul image bahwa output Dari pesantren ternyata belum
mampu menampilkan karakter asli pesantren yang tafaqquh fiddin akibatnya
pesantren yang dicap gagal. karena itu mestinya output itu mampu baik secara moral, intelektual maupun secara
akademik. mampu untuk eksis berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai
wujud khairunnas anfauhum linnas. Tapi ketika sudah tidak di barengi dengan
niat yang ditata dengan baik sejak awal, akhirnya yang terjadi dekadensi moral.
Ketika dekadensi moral yang terjadi ditengah masyarakat dan ternyata dalangnya
adalah output pesantren, maka ini gawat. Naudzubillah. Akhirnya akan
kehilangan kepercayaan masyarakat.
Kalau
ingin berbenah harus di mulai dari mana?
pertama
masyarakat harus di beri pemahaman dengan berbagai cara dan melalui berbagai
momen apa saja.
Himbauan
kepada santri dan masyarakat khusunya wali santri
wali
santri tidak sekedar menitipkan anak begitu saja tapi juga harus memiliki kepekaan
dan ikut berperan aktif dalam mengsukseskan pendidikan anaknya di pesantren.
kalau orang tua tidak ikut memberikan
kontribusi dan tidak berperan aktif maka anankya sulit untuk berhasil
dan sukses. Karena kiprah orang tua adalah kunci kesuksesan si anak. Seorang
ibu harus mendoakan anaknya dan seorang bapak harus memberikan motivasi yang
baik, ikut mengevaluasi atas apa yang diperoleh. Seperti saat libur pesantren,
orang tua harus melihat sejauh mana perkembangan pelajaran anaknya, ikut
mengontrol prilaku sikap dan moralnya.
Kalau
ini dilakukan, saya kira paripurnalah sudah peserta didik pesantren menjadi
insan kamil. Hal yang sangat penting
adalah, orang tua harus ekstra hati-hati dalam memberikan bekal si anak. Yang
diberikan kepada anak harus benar-benar rejeki yang halal. Karena kalau tidak
demikian maka pemikiran si anak akan alot. Kata ulama’,
فانى يستجاب ومطعمه حرام ومشربه حرام
Bagaimana
mungkin bisa di istijabah sedangkan makanannya haram, minumannya haram dan lain
sebagainya.
dan
lain sebagainya.
Jadi
peran bapak ibu sangat vital dalam rangka mensukseskan anaknya menjadi anak
yang shaleh, berilmu dan bermanfaat ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar