Pada bulan Rabiul Awal inilah pujian-pujian banyak
didengungkan dan bentuk rasa
syukur seakan merata pada mayoritas umat Islam. Seribu empat ratus tahun silam, terlahir
makhluk terindah yang pernah diciptakan Allah SWT, hingga kedhaliman Abrahah untuk
menghancurkan Ka’bah dihempaskan oleh Allah dan api abadi orang-orang Majusi yang
ratusan tahun tidak pernah padam pun dipadamkan oleh-Nya, hal itu adalah sebagai
bentuk pengagungan Allah kepada mahluk terbaik ini. Beliau adalah Nabi Muhammad
SAW, mahluk yang pujian selalu dialirkan kepadanya, karena tiada ciptaan yang
lebih sempurna dari pada Baginda Nabi SAW. Berkat beliau, seluruh semesta
menjadi terang benderang. Kabut jahiliah tersingkap berganti cahaya yang
memancarkan kedamaian dan ilmu pengetahuan. Tiada nikmat yang lebih berhak
untuk disyukuri kecuali nikmat wujudnya sang kekasih, Muhammad SAW. hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Qur'an surat Yunus ayat 58:
قل بفضل الله وبرحمته فليفرحوا هو خير مما يجمعون
(يونس: 58)
Artinya: “ Katakanlah
dengan kurnia Allah SWT dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Demikian itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS. Yunus: 58).
Ayat diatas
memerintahkan kita untuk bersuka ria dengan رحمة dan فضل Nya, sedangkan rahmat
yang tiada tara adalah lahirnya baginda Rosululloh SAW. Adanya Rasulullah sebagai
rahmat juga dinyatakan Allah dalam al-Quran surat al-Anbiya’ ayat 107:
وما ارسلناك الا رحمة للعالمين. الانبياء 107
Artinya; “Engkau
tidak aku utus, melainkan hanya sebagai rahmad bagi semesta alam sekalian”
QS. al-Anbiya’:107
Ayat ini menggunakan adat
qasr yang menghusukan adanya Rasulullah sebagai rahmat bagi alam semesta,
yang menunjukkan bahwa Rasulullah paling mulyanya mahluk. Yang lain tidak dapat
membandingi kemulyaan beliau disisi tuhannya. Pernyataan Allah terhadap setatus
Rasulullah yang begitu agung, adalah sebagai bentuk pengakuan tuhan kepada
beliau sebagai mahluk termulya, bahkan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Bukhori
dan Muslim, seseorang tidak dikatakan sempurna imannya sebelum totalitas
kecintaannya kepada beliau melebihi lainnya:
لايؤمن احدكم حتى اكون احب
اليه من والده وولده والناس اجمعين (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Belumlah sempurna
iman salah seorang diantara kamu semua sehingga aku lebih dicintainya
dibandingkan dengan orang tua, anak, dan serta seluruh umat manusia semuanya”.
Cinta kepada Rasulullah
tidak seperti cinta kita kepada ayah dan ibu atau kepada seorang kekasih yang
bentuk rupa serta sifat-sifatnya kita sudah mengetahui dengan dahiriyah mata
kepala kita, tetapi kepada Rasulullah tidak seperti itu, sebab jauh
berabab-abad yang lalu beliau telah berpulang keharibaan-Nya. Untuk menumbuhkan
rasa cinta itu, ada banyak cara yang bisa kita tempuh, diantara cara itu adalah
membaca sejarah kelahiran hingga perjuangan beliau, serta mengikuti semua
ajaran-ajarannya, selalu bersalawat dan
lain sebagainya. Tentu semua itu tidak akan kita raih kecuali kita membuktikan
dengan bentuk perilaku, semisal dengan memperingati hari kelahirannya, yang
isinya mengenang hari kelahiran dan kehidupannya serta mengagungkan derajat
beliau.
Anjuran Allah agar
kisah-kisah para rasul diceritakan kepada para pengikutnya terlebih kisah Rasulullah
sendiri adalah:
وكلا نقص عليك من انباء الرسول مانثبت فؤادك وجاءك في هذه الحق وموعظة وذكرى
للمؤمنين (هود: 120)
Artinya: “ Masing-masing riwayat kami kisahkan kepadamu
di antara pekabaran rasul-rasul, supaya kami tentramkan hatimu dengan dia;
kebenaran dan pengajaran serta peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (QS.
Hud; 120). Allah tidak hanya mengajarkan hambanya untuk menceritakan kisah para
utusannya, tetapi Allah juga mengajarkan kepada kita agar supaya mengagungkan
rasul dan selalu menyanjungnya hal ini sebagaimana firman Allah dalam ayat:
وانك لعلى خلق عظيم (القلم: 4)
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau memiliki ahlak
yang besar (mulia)”. (QS. al-Qalam: 4)
Namun
demikian, masih saja kata-kata sumbang dari orang-orang yang tidak suka dengan
ketinggian derajat Rasulullah, selalu mencari pembenaran dan menghujat
orang-orang yang suka memuji beliau dengan berbagai tuduhan yang disematkan
kepadanya, bahkan mereka tidak segan-segan mengeluarkan orang yang suka memuji Rasulullah
dari Islam dengan menuduh musyrik. Mereka berdalih dengan sebuah Hadits riwayah
Imam Bukhori yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa perayaan Maulid Nabi adalah
bentuk pengkultusan terhadap Rasulullah yang dilarang dalam agama, sebab
pengkultusan kepada beliau menurut mereka sudah mengarah pada penuhanan Rasulullah:
عن ابن عباس سمع عمر رضي الله عنه يقول على المنبر سمعت النبي صلى الله
عليه وسلم يقول لاتطروني كما اطرت النصارى ابن مريم فانما اناعبده فقولوا عبدالله ورسوله (رواه البخارى)
Artinya: “ Dari
Ibni Abbas, ia mendengar Umar ra berkhutbah di atas mimbar: “Aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda; “Jangan engkau puji aku (dengan berlebihan), seperti kaum nasrani
memuji anak laki-laki Maryam. Karena, aku hanyalah hambanya. Maka, ucapkanlah
hamba Allah SWT dan rasul-Nya.”” (HR. Bukhari)
Jelas sekali Hadits ini tidak bisa dipakai untuk
menyesatkan orang-orang yang bersalawat kepadanya, sebab, pujian-pujian kepada
anak laki-laki Maryam oleh orang-orang Nasrani sebagaimana yang kita kenal saat
ini, adalah dengan menganggap Nabi Isa sebagai anak tuhan sehingga timbullah
konsep trinitas, tuhan bapak, tuhan ibu, dan tuhan anak dalam agama mereka. Sedangkan
penyanjungan umat Islam sendiri tidak sampai menempatkan Rasulullah sebagai
anak tuhan atau sebagai tuhan sendiri, tetapi hanya sebatas sanjungan saja. Sebab
umat Islam dalam menyanjung beliau tetap tidak sampai melewati batas hingga
menuhankannya. Menyanjung atau mengagungkan Rasulullah adalah salah satu
anjuran Allah sendiri, terbukti dalam firmannya, al-Quran memberi predikat beruntung
bagi orang-orang yang mau mengagungkan beliau:
فالذين امنوا به وعزروه ونصروه واتبعوا النور الذي انزل معه
اولئك هم المفلحون (الاعراف: 157)
Artinya: “Maka orang-orang yang beriman kepada Nabi
Muhammad, mengagungkannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya
(al-Quran), mereka itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan”.(QS. al-A’raf:
157)..
Lalu untuk mengamalkan ajaran al-Quran ini, umat Islam
selalu memeperingati Maulidurrasul, sebagai bentuk pengagungan dan rasa syukur
atas anugerah diutusnya beliau. Karena keagaungan yang dianugerah Allah kepana Nabi
Muhammad, maka ia dan para malaikatnya pun turut bersolawat kepadanya:
ان الله وملائكته يصلون على النبي ياايها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما
(الاحزاب: 56)
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat
membaca salawat kepada nabi. Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian
membaca shalawat disertai salam kepadanya” (Q.S. al-Ahzab: 56)
Karena Maulid Nabi , adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12
Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah, sebagaimana pernyataan Sayyid Muhammad al-Maliki dalam
Mafahim Yajibu Antusohhah, bahwa peringatan Maulid Nabi tidak terikat dengan
waktu, kapanpun boleh. Soal mengadakan pada tanggal 12 hanyalah
disesuaikan saja dengan tanggal kelahiran beliau, sedikitpun tidak ada unsur
mengikatnya dengan waktu-waktu tertentu. Perayaan Maulid Nabi sendiri merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad
wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan
penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Antusiasme
memperingati hari paling bersejarah ini tak pernah
surut. Di seluruh belahan bumi, umat Islam tetap semangat menyambut hari
kelahiran Nabi SAW dengan beragam kegiatan, seperti sedekah, berdzikir,
shalawat, bertafakkur, atau dengan menggelar muhadhoroh-muhadhoroh ilmiah
sebagai bentuk memulyakan hari kelahiran beliau.
Rasulullah
sendiri ketika di tanyakan tentang perihal puasa hari Senin beliau menjawab
hari itu aku dilahirkan dan dihari itu al-Quran diturunkan kepadaku,
sebagaimana Hadits yang bersumber dari Qatadah ra.
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم الاثنين فقال : فيه ولدت وفيه انزل
علي (رواه مسلم)
Artinya: Bahwa Rasulullah saw ditanyai tentang
puasa Senin, lalu beliau berkata “pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari
itu (wahyu) diturunkan kepadaku”. (HR. Muslim).
Pernyataan Rasulullah dalam Hadits tersebut,
mengindikasikan bahwa dihari Senin, yang berupa salah satu hari disunnahkan
untuk melakukan puasa sunnah adalah merupakan hari di mana beliau dilahirkan,
jika beliau saja menganjurkan berpuasa dihari Senin yang berupa hari
kelahirannya, lalu bagaimana semestinya sikap kita sebagai seorang umatnya,
tidak mau mengadakan perayaan hari kelahiran beliau?. Secara tegas pula Sayyid Muhammad
bin Alawi al-Maliki mengatakan bahwa Hadits ini salah satu bukti dalil
keabsahan perayaan Maulid, meski dengan cara berpuasa, tetapi esensinya tetap
sama yaitu bersyukur atas kelahiran Rasulullah.
Menurut Jalaluddin Assuyuti, Perayaan Maulid
Nabi pertama kali dilakukan oleh Abu Said
al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193) yang dirayakan pada bulan Rabi’ul Awal dengan
sangat meriah (al-Hawi li al-Fatawi, juz 1, hal 252). Dan dipopulerkan oleh
Sultan Salahuddin al-Ayyubi, tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan
kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat
itu, yang sedang terlibat dalam perang salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yarussalem
dan sekitarnya. Terbukti dengan mengadakan perayaan Maulid Nabi, yang isinya
adalah pembacaan sejarah kelahiran dan perjuangan Rasulullah hingga menumbuhkan
semangat juang pula terhadap umat Islam yang pada saat itu terjatuh dalam
terkaman ancaman perang Salib, dan terjatuhnya Yarussalem di Palestina ke tangan
mereka, hingga lewat momentum Maulid ini, Salahuddin berhasil membangkitkan
semangat juang umat Islam dan akhirnya, Yarusalem yang terjatuh dalam genggaman
tentara Salib bisa direbut kembali.
*Oleh: KH. Muktafi Aschal,
salah seorang putra almarhum Hadratusy Syaich KH. Abdullah Schal*
0 komentar:
Posting Komentar