(Tab Widget 2)

Selasa, 07 Februari 2017

BERMAULID ITU ANJURAN, BUKAN MENGADA-ADA (ASCHAL Edisi 14)


Pada bulan Rabiul Awal inilah pujian-pujian banyak didengungkan dan bentuk rasa syukur seakan merata pada mayoritas umat Islam. Seribu empat ratus tahun silam, terlahir makhluk terindah yang pernah diciptakan Allah SWT, hingga kedhaliman Abrahah untuk menghancurkan Ka’bah dihempaskan oleh Allah dan api abadi orang-orang Majusi yang ratusan tahun tidak pernah padam pun dipadamkan oleh-Nya, hal itu adalah sebagai bentuk pengagungan Allah kepada mahluk terbaik ini. Beliau adalah Nabi Muhammad SAW, mahluk yang pujian selalu dialirkan kepadanya, karena tiada ciptaan yang lebih sempurna dari pada Baginda Nabi SAW. Berkat beliau, seluruh semesta menjadi terang benderang. Kabut jahiliah tersingkap berganti cahaya yang memancarkan kedamaian dan ilmu pengetahuan. Tiada nikmat yang lebih berhak untuk disyukuri kecuali nikmat wujudnya sang kekasih, Muhammad SAW. hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Qur'an surat Yunus ayat 58:
قل بفضل الله وبرحمته فليفرحوا هو خير مما يجمعون (يونس: 58)
Artinya: “ Katakanlah dengan kurnia Allah SWT dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Demikian itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS. Yunus: 58).
Ayat diatas memerintahkan kita untuk bersuka ria dengan رحمة  dan فضل  Nya, sedangkan rahmat yang tiada tara adalah lahirnya baginda Rosululloh SAW. Adanya Rasulullah sebagai rahmat juga dinyatakan Allah dalam al-Quran surat al-Anbiya’ ayat 107:
وما ارسلناك الا رحمة للعالمين. الانبياء 107
Artinya; Engkau tidak aku utus, melainkan hanya sebagai rahmad bagi semesta alam sekalian” QS. al-Anbiya’:107
Ayat ini menggunakan adat qasr yang menghusukan adanya Rasulullah sebagai rahmat bagi alam semesta, yang menunjukkan bahwa Rasulullah paling mulyanya mahluk. Yang lain tidak dapat membandingi kemulyaan beliau disisi tuhannya. Pernyataan Allah terhadap setatus Rasulullah yang begitu agung, adalah sebagai bentuk pengakuan tuhan kepada beliau sebagai mahluk termulya, bahkan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim, seseorang tidak dikatakan sempurna imannya sebelum totalitas kecintaannya kepada beliau melebihi lainnya:
لايؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده والناس اجمعين (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Belumlah sempurna iman salah seorang diantara kamu semua sehingga aku lebih dicintainya dibandingkan dengan orang tua, anak, dan serta seluruh umat manusia semuanya”.
Cinta kepada Rasulullah tidak seperti cinta kita kepada ayah dan ibu atau kepada seorang kekasih yang bentuk rupa serta sifat-sifatnya kita sudah mengetahui dengan dahiriyah mata kepala kita, tetapi kepada Rasulullah tidak seperti itu, sebab jauh berabab-abad yang lalu beliau telah berpulang keharibaan-Nya. Untuk menumbuhkan rasa cinta itu, ada banyak cara yang bisa kita tempuh, diantara cara itu adalah membaca sejarah kelahiran hingga perjuangan beliau, serta mengikuti semua ajaran-ajarannya, selalu bersalawat  dan lain sebagainya. Tentu semua itu tidak akan kita raih kecuali kita membuktikan dengan bentuk perilaku, semisal dengan memperingati hari kelahirannya, yang isinya mengenang hari kelahiran dan kehidupannya serta mengagungkan derajat beliau.
Anjuran Allah agar kisah-kisah para rasul diceritakan kepada para pengikutnya terlebih kisah Rasulullah sendiri adalah:
وكلا نقص عليك من انباء الرسول مانثبت فؤادك وجاءك في هذه الحق وموعظة وذكرى للمؤمنين (هود: 120)
Artinya: “ Masing-masing riwayat kami kisahkan kepadamu di antara pekabaran rasul-rasul, supaya kami tentramkan hatimu dengan dia; kebenaran dan pengajaran serta peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Hud; 120). Allah tidak hanya mengajarkan hambanya untuk menceritakan kisah para utusannya, tetapi Allah juga mengajarkan kepada kita agar supaya mengagungkan rasul dan selalu menyanjungnya hal ini sebagaimana firman Allah dalam ayat:

وانك لعلى خلق عظيم (القلم: 4)
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau memiliki ahlak yang besar (mulia)”. (QS. al-Qalam: 4)
Namun demikian, masih saja kata-kata sumbang dari orang-orang yang tidak suka dengan ketinggian derajat Rasulullah, selalu mencari pembenaran dan menghujat orang-orang yang suka memuji beliau dengan berbagai tuduhan yang disematkan kepadanya, bahkan mereka tidak segan-segan mengeluarkan orang yang suka memuji Rasulullah dari Islam dengan menuduh musyrik. Mereka berdalih dengan sebuah Hadits riwayah Imam Bukhori yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa perayaan Maulid Nabi adalah bentuk pengkultusan terhadap Rasulullah yang dilarang dalam agama, sebab pengkultusan kepada beliau menurut mereka sudah mengarah pada penuhanan Rasulullah:
عن ابن عباس سمع عمر رضي الله عنه يقول على المنبر سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول لاتطروني كما اطرت النصارى ابن مريم  فانما اناعبده فقولوا عبدالله ورسوله  (رواه البخارى)
Artinya: “ Dari Ibni Abbas, ia mendengar Umar ra berkhutbah di atas mimbar: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda; “Jangan engkau puji aku (dengan berlebihan), seperti kaum nasrani memuji anak laki-laki Maryam. Karena, aku hanyalah hambanya. Maka, ucapkanlah hamba Allah SWT dan rasul-Nya.”” (HR. Bukhari)
Jelas sekali Hadits ini tidak bisa dipakai untuk menyesatkan orang-orang yang bersalawat kepadanya, sebab, pujian-pujian kepada anak laki-laki Maryam oleh orang-orang Nasrani sebagaimana yang kita kenal saat ini, adalah dengan menganggap Nabi Isa sebagai anak tuhan sehingga timbullah konsep trinitas, tuhan bapak, tuhan ibu, dan tuhan anak dalam agama mereka. Sedangkan penyanjungan umat Islam sendiri tidak sampai menempatkan Rasulullah sebagai anak tuhan atau sebagai tuhan sendiri, tetapi hanya sebatas sanjungan saja. Sebab umat Islam dalam menyanjung beliau tetap tidak sampai melewati batas hingga menuhankannya. Menyanjung atau mengagungkan Rasulullah adalah salah satu anjuran Allah sendiri, terbukti dalam firmannya, al-Quran memberi predikat beruntung bagi orang-orang yang mau mengagungkan  beliau:
فالذين امنوا به وعزروه ونصروه واتبعوا النور الذي انزل معه اولئك هم المفلحون (الاعراف: 157)
Artinya: “Maka orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad, mengagungkannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan”.(QS. al-A’raf: 157)..
Lalu untuk mengamalkan ajaran al-Quran ini, umat Islam selalu memeperingati Maulidurrasul, sebagai bentuk pengagungan dan rasa syukur atas anugerah diutusnya beliau. Karena keagaungan yang dianugerah Allah kepana Nabi Muhammad, maka ia dan para malaikatnya pun turut bersolawat kepadanya:
ان الله وملائكته يصلون على النبي ياايها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما (الاحزاب: 56)
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat membaca salawat kepada nabi. Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian membaca shalawat disertai salam kepadanya” (Q.S. al-Ahzab: 56)
Karena Maulid Nabi , adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah, sebagaimana pernyataan Sayyid Muhammad al-Maliki dalam Mafahim Yajibu Antusohhah, bahwa peringatan Maulid Nabi tidak terikat dengan waktu, kapanpun boleh. Soal mengadakan pada tanggal 12 hanyalah disesuaikan saja dengan tanggal kelahiran beliau, sedikitpun tidak ada unsur mengikatnya dengan waktu-waktu tertentu. Perayaan Maulid Nabi sendiri merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Antusiasme memperingati hari paling bersejarah ini tak pernah surut. Di seluruh belahan bumi, umat Islam tetap semangat menyambut hari kelahiran Nabi SAW dengan beragam kegiatan, seperti sedekah, berdzikir, shalawat, bertafakkur, atau dengan menggelar muhadhoroh-muhadhoroh ilmiah sebagai bentuk memulyakan hari kelahiran beliau.

Rasulullah sendiri ketika di tanyakan tentang perihal puasa hari Senin beliau menjawab hari itu aku dilahirkan dan dihari itu al-Quran diturunkan kepadaku, sebagaimana Hadits yang bersumber dari Qatadah ra.
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم الاثنين فقال : فيه ولدت وفيه انزل علي (رواه مسلم)
Artinya: Bahwa Rasulullah saw ditanyai tentang puasa Senin, lalu beliau berkata “pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu (wahyu) diturunkan kepadaku”. (HR. Muslim).
Pernyataan Rasulullah dalam Hadits tersebut, mengindikasikan bahwa dihari Senin, yang berupa salah satu hari disunnahkan untuk melakukan puasa sunnah adalah merupakan hari di mana beliau dilahirkan, jika beliau saja menganjurkan berpuasa dihari Senin yang berupa hari kelahirannya, lalu bagaimana semestinya sikap kita sebagai seorang umatnya, tidak mau mengadakan perayaan hari kelahiran beliau?. Secara tegas pula Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki mengatakan bahwa Hadits ini salah satu bukti dalil keabsahan perayaan Maulid, meski dengan cara berpuasa, tetapi esensinya tetap sama yaitu bersyukur atas kelahiran Rasulullah.
Menurut Jalaluddin Assuyuti, Perayaan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193) yang dirayakan pada bulan Rabi’ul Awal dengan sangat meriah (al-Hawi li al-Fatawi, juz 1, hal 252). Dan dipopulerkan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi, tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam perang salib  melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yarussalem dan sekitarnya. Terbukti dengan mengadakan perayaan Maulid Nabi, yang isinya adalah pembacaan sejarah kelahiran dan perjuangan Rasulullah hingga menumbuhkan semangat juang pula terhadap umat Islam yang pada saat itu terjatuh dalam terkaman ancaman perang Salib, dan terjatuhnya Yarussalem di Palestina ke tangan mereka, hingga lewat momentum Maulid ini, Salahuddin berhasil membangkitkan semangat juang umat Islam dan akhirnya, Yarusalem yang terjatuh dalam genggaman tentara Salib bisa direbut kembali.


*Oleh: KH. Muktafi Aschal, salah seorang putra almarhum Hadratusy Syaich KH. Abdullah Schal*



0 komentar:

Posting Komentar