Arisan sex ramai-ramai, wauw sungguh
mencengangkan. hal tersebut bukan hanya sekedar dongeng belaka atau hanya
sebatas gurauan dalam bumbu-bumbu obrolan tapi hal itu telah nyata terjadi,
sebagaimana disiarkan TV One (07/12/12), yang lebih memiriskan lagi, arisan sex
itu dilakukan tujuh remaja yang masih menduduki bangku sekolah di Daerah Situbondo.
Arisan tersebut berjalan selama setahun, disetiap minggu ketujuh remaja ini
mengumpulkan uang, selanjutnya uang urunan tersebut dikumpulkan lalu salah satu
mereka menghubungi seorang pekerja sek komersial (PSK). Ironis memang, apalagi
perilaku ini berjalan hingga setahun lamanya, ditambah lagi sipekerja sek
komersial ini menderita penyakit AIDS/HIV. Adanya fenomena semacam ini tentu
mencengangkan banyak kalangan, remaja yang seharusnya bersekolah malah
asyik-asyikan berarisan sek dengan para lonte.
Adanya fenomena arisan sek yang
terjadi didaerah Situbondo, sebetulnya hanya sebagian masalah kebobrokan moral
remaja kita yang terkuak kepermukaan, hanya saja kebetulan sebuah media
menyorotnya lalu tersiarlah kejadian tersebut hingga menjadi berita nasional
yang mencengangkan banyak kalangan. Melihat kejadian ini, latar belakang yang
terjadi pada remaja kita tidak sesederhana yang kita bayangkan, tetapi lebih
dari itu sebab perilaku jahilayah berupa perzinahan beramai-ramai yang dalam
syariat menempati urutan ketiga setelah syirik dan pembunuhan dalam deretan
dosa-dosa terbesar dalam Islam telah banyak terjadi, namun hanya sebagian saja
yang informasinya sampai ke telinga kita.
Perilaku menyimpang bagi seorang
remaja bukanlah hal yang aneh, apalagi pada masa remaja, seseorang berada pada
masa-masa yang selalu serba ingin tahu. Keinginan serba ingin tahu inilah yang mendorong
seorang remaja menjadikan ia berani merablak rel-rel yang seharusnya tidak
dilakukan, padahal salah satu tujuan diadakannya pendidikan adalah membentuk
pribadi yang berahlak dan beriman. Dengan tujuan tersebut pemerintah memasukkan
beberapa mata pelajaran yang dianggap mendukung tercapainya tujuan pendidikan,
diantaranya dimasukkan mata pelajaran PPKN, pendidikan lingkungan, dan agama,
tetapi mengapa arisan sek masih terjadi diremaja kita? Pertanyaan ini perlu
dijawab bersama bukan hanya oleh satu pihak, apalagi wabah kemerosotan moral
sudah merata disemua kalangan.
Perilaku sek bebas diluar nikah
seakan-akan menjadi kebanggaan tersendiri, terlebih ketika dilakukan oleh
seorang tokoh figur, baik artis, pejabat dan lainnya. Yang secara tidak langsung
menyuburkan peraktek sek bebas dikalangan masyarakat. Ditambah lagi peredaran
video-vidio mesum, mulai dari warung interknet-warung internet nakal yang
dengan sengaja menyediakan vidio pembangkit libido yang lolos dari gerebakan
petugas, hingga transfers film-film adegan tidak senonoh via hp menjadi trend yang tidak sulit untuk dilacak.
Islam secara tegas, melarang adanya
perilaku sek bebas diluar nikah, bahkan hal-hal yang dapat menyebabkan
perzinahan pun juga dilarang. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan al-Gazali dalam
Ihya Ulumiddin, bahwa semua sesuatu yang menyebakan seseorang berbuat maksiat,
maka sesuatu itu juga dilarang. Oleh karenanya, agama memerintahkan seorang
wanita agar menutupi auratnya, begitu pun laki-laki, oleh syari’at diprintah
agar menundukkan pandangannya agar ia selamat dari fitnah syaitan. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan Syaikh ‘Ali Asshobuni dalam Tafsir Ayatil Ahkam,
bahwa mengumbar pandangan terhadap perempuan yang bukan muhrimnya akan menyebabkan
kegelisahan dan ujung-ujungnya menjadikan ia tidak tentram. Maka syari’
melarang laki-laki dan perempuan melepaskan pandangan kepada siapapun yang
bukan muhrimnya. Mengapa memandang kok diharamkan? Sebab ketertarikan itu
berawal dari pandangan dan dari pandangan semuanya bermula, mata memerintahkan
naluri untuk menggerakkan hati agar menyetujui keindahan perempuan yang
terlukis pada wajahnya terlebih kegemulaian yang ada pada tubuhnya, sehingga
banyak diantara ulama terjadi silang pendapat tentang aurat perempuan, apakah
seluruh tubuh hingga suara perempuan itu dikatakan aurat atau bukan, akar
masalahnya adalah disebabkan unsur perempuan yang cenderung membangkitkan
libido laki-laki sebagai dasar utama adanya perseteruan dalam penentuan
hukumnya.
Dengan tegas pula, Syaikh Nawawi al-Banteni
menganjurkan orang yang berlibido tinggi agar ia menikah, meski ia tidak punya
apa-apa untuk dijadikan nafaqah kepada istrinya, namun jika ia tidak punya
apa-apa yang akan dijadikan sebagai pemberian kepada istrinya dan syahwatnya
dapat diminimalisir dengan berpuasa, maka ia dianjurkan berpuasa saja (Tausyeh
Ala Ibni Qasim hal 195). Dengan demikian, maqasidusy
syari’ah diharamkannya perzinahan dan pelegalan pernikahan adalah agar
supaya jalannya kehidupan manusia menjadi teratur, tentram dan sesuai dengan
hukum Allah adalah demi kehidupan umat manusia itu sendiri. Maka Islam,
menyuruh umat manusia agar melakukan pernikahan, supaya mereka tidak lagi galau
terus menerus, dengan menikah dan hadirnya seorang wanita dalam rumah
tangganya, maka yang tadinya suka bersusah-susahan akan terobati dengan
hadirnya senyum manis seorang istri (Hikmatut Tasyri’ Wafalsafatuhu,
juz 2, hal 5).
Diakui atau tidak, latar belakang
terjerumusnya seseorang kedalam rongga perzinahan, salah satu faktornya, adalah
syahwat yang menggebu-gebu yang selalu mendorongnya untuk segera mencari
pelampiasan, dan tentunya syahwat hewani yang akan menjuruskan seseorang
kedalam kemaksiatan jika tanpa dibentengi iman yang kuat akan mudah mengombar
nafsu dimana ia dapat melampiaskannya. Adanya iman tentu tidak begitu kuat jika
tanpa ada pelatihan (riyadah) menghadapi gelora nafsu yang terus
mengajaknya berbuat yang tidak-tidak. Maka lingkungan disini amat berperan
penuh menyelamatkan seseorang dari keterjerumusannya dalam kemaksiatan. Sebagaimana
anjuran agama, seseorang yang libidonya tinggi, jika ia tidak punya penghasilan
untuk menikah, maka ia dianjurkan untuk menekan nafsunya dengan berpuasa (riyadatun
nafs), agar ia tidak diperbudak nafsunya.
Walhasil, arisan sek yang terjadi
pada sejumlah remaja didaerah Situbondo tidak akan pernah terjadi andai mereka,
mau mengikuti aturan syariat, tentunya anjuran disini pertama, jika syahwat
mereka mengebu-gebu, dan tidak punya penghasilan untuk dijadikan mas kawin dan nafkah
kepada calon istri, maka hendaknya mereka berpuasa, dan menjauhi hal-hal yang
membangkitkan nafsu, namun jika hal itu masih juga belum mampu menekan
syahwatnya, maka sebaiknya ia menikah saja, soal rizqi pasrahkan semuanya
kepada-Nya, karena Allahlah satu-satunya Zdat yang memberi rizqi ( Tausyekh
‘Ala Ibni Qasim 195).
Bukankah manusia sejak dalam kandungan,
ajal, rizqi, dan taqdir seseorang sudah ditentukan oleh sang Halik. Jika demikian,
mengapa harus takut berbuat sesuai aturan-Nya dan tidak melabrak garis hukum
yang telah ditentukan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, bukankah
perzinahan adalah dosa terbesar setelah syirik dan pembunuhan, jika demikian
mengapa harus terjatuh di jurang nista lagi, jika kesadaran akan murka Allah masih
melekat pada diri kita.
*Pemred Aschal*
0 komentar:
Posting Komentar