SYAICH
IHSAN JAMPES;
Santri
Syaichona Cholil Yang Karyanya Mendunia
Kepiawaian
dan kealimannya pernah membuat Raja Faruq yang waktu itu 1934 M, berkuasa di Mesir meminta kesediannya
mengajar di Universitas Al Azhar Kairo Mesir, namun karena alasan ingin
mengabdikan diri di tanah air, beliau menolak permintaan sang raja dengan
halus.
Masa Kecil Yang Nyeleneh
Beliau
berasal dari Dusun Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri,
Jawa Timur. Lahir di lingkungan pesantren pada tahun 1901M. Dari pasangan KH.
Dahlan bersama Nyai Artimah. Nama aslinya adalah Bakri dan lebih dikenal
sebagai pengasuh pondok pesantren al-Ihsan
Jampes.
Masa
kecil beliau tidaklah seperti layaknya putra seorang kiai yang tumbuh
dikalangan pesantren. Bakri kecil memiliki kebiasaan yang sangat meresahkan
keluarganya yaitu berjudi hingga akhirnya beliau sadar dan berhenti dari
kebiasaannya ketika sang kakek hadir dalam mimpi seraya meminta Bakri kecil
untuk berhenti dari kebiasaan buruknya tersebut. Sejak saat itu beliau berhenti
dan kesehariannya lebih sering menyendiri dan merenung.
Jelajah
Ke Berbagai Pesantren Hingga Ke Bangkalan
Kesadaran
untuk meninggalkan kebiasaan buruknya juga merembet pada kesadaran akan
pentingnya Bakri menuntut ilmu. Sejak saat itu Bakri mulai menjelajahi berbagai
pesantren di nusantara hingga akhirnya beliau singgah di Demangan Bangkalan
berguru pada Syaichona Moh. Cholil bin Abdullatif.
Di
demangan beliau belajar ilmu nahwu, Al-Fiyah Ibnu Malik. Waktu yang beliau
tempuh tidaklah panjang karena memang rihlah ilmiyah yang dilakukan oleh beliau
terbilang cukup unik; tidak pernah menghabiskan banyak waktu di setiap
pesantren yang beliau singgahi. Di Demangan beliau hanya selama dua bulan,
beliau juga pernah belajar ilmu falak pada KH. Dahlan semarang selama dua puluh
hari. Meskipun begitu, dibalik singkatnya waktu yang beliau jalani di
pesantren, beliau selalu berhasil memboyong ilmu para gurunya.
Selain itu, statusnya sebagai
seorang gus (lora. Madura, Red) tidak pernah membuat beliau nyaman menyandangnya
terbukti beliau selalu menutupi identitasnya sebagai anak seorang ulama
kesohor, KH Dahlan Jampes dan tidak segan-segan beliau menghilang begitu saja
dari pesantren bilamana identitasnya diketahui oleh santri-santri yang lain.
Mengajar
Dan Mengarang
Dua tahun setelah ayahandanya meninggal, nama
yang semula “Bakri” diganti dengan “Ihsan” sepulang beliau dari tanah suci Mekkah
demi melaksanakan haji. Ayah beliau ,KH Dahlan meninggalkan pesantren yang
setelah kewafatannya diembankan kepada adiknya yaitu KH. Kholil. Baru setelah
empat tahun Syeich Ihsanlah yang menjadi pengasuh pesantren peninggalan ayahnya
tersebut. Kemajuan pesat terjadi dalam kepengasuhan Syeich Ihsan Jampes, mulai
dari kemajuan kualitas, seperti meningkatnya jumlah santri hingga membutuhkan
perluasan lokasi pesantren sebanyak 15 hektar, maupun kemajuan kuantitas,
seperti mulai terkonsepnya materi pelajaran dengan didirikannya Madrasah
Miftahul Huda (MMH) pada tahun 1942 M.
Ditengah
kesibukan mengajarnya sebagai seorang pengasuh, beliau juga menyempatkan diri
untuk menuangkan pengetahuan dan keluasan ilmunya dengan cara mengarang
berbagai kitab baik dibidang tasawwuf, astronomi, fikih dan lain sebagainya.
Karena beliau adalah seorang Ulama yang masyhur dengan predikat sufinya, selain
itu beliau juga ahli fikih, astronomi, hadist dan lain sebagainya, maka
tidaklah heran jika kemudian beliau melahirkan beberapa karya yang digunakan di
segala penjuru dunia. Karya beliau tidak hanya dinikmati orang muslim saja
melainkan juga orang non Muslim.
Diantara
kitab karangan beliau adalah,
1.
Siraj al-Thalibin
(syarah kitab Minhaj al-Abidin karya Al-Ghozali), menjelaskan tentang tasawwuf.
2.
Manahij
al-Imdad (syarah Irsyad al-Ibad karya Syeich Zainuddin al-Malibary), juga
menerangkan masalah tasawwuf.
3.
Tashrih
al-Ibarat, kitab yang menjelaskan tentang astronomi
4.
Irsyad
al-Ikhwan fi Bayani Hukmi Syurbi al-Qahwah wa ad-Dukhan, menerangkan polemik
tentang hukum minum kopi dan rokok.
Siraj
Al-Thalibin Dan Respon Dunia
Diantara
beberapa karya Syeich Ihsan Jampes yang paling terkenal adalah kitab yang
berjudul Siraj al-Thalibin, menerangkan tentang tasawwuf sehingga kitab ini
pula yang telah mengangkat nama pengarangnya, Syeich Ihsan Jampes kepermukaan
dunia dengan predikat ulama sufi yang familiar.
Kitab
yang terdiri dari dua jilid ini tidak hanya tersebar di kalangan pesantren
Nusantara dan digunakan oleh umat Islam saja, melainkan juga di jadikan acuan
ataupun refrensi di berbagai perguruan tinggi dunia yang mayoritas penduduknya
bukanlah muslim seperti Amerika Serikat (AS), Australia, Kanada dan lain-lain.
Pujian luas juga ditujukan pada kitab ini oleh kalangan ulama di timur tengah
sehingga keberadaannya sebagai buku wajib untuk kajian pasca sarjana di Kairo, Mesir
tidaklah mengherankan.
“Kitab
ini (Siraj al-Thalibin) juga dikaji di beberapa majelis taklim kaum muslim di
Afrika dan Amerika” begitu ketua PBNU, KH. Aqil Siradj, mengomentari keberadaan
karya Syeich Ihsan Jampes ini, seperti dikutip dari situs NU Online.
Wafatnya
Sang Muallif
Tepatnya
pada hari Senin, 25 Dzul Hijjah 1371 H, yang bertepatan dengan bulan September
1952 M. Umat muslim kehilangan sang tokoh sufi lebih khususnya masyarakat Dusun
Jampes, Desa putih Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri Jawa Timur. Syeich
Ihsan Jampes berpulang ke rahmatullah dengan meniggalkan ribuan santri, seorang
istri dan delapan anak. Wallahu a’lam.
*Mufti
Shohib/Aschal*
0 komentar:
Posting Komentar