Seseorang yang di
masa jahiliyahnya di kenal sebagai pandai besi, tempat memesanan orang-orang
qurasy dalam membengkokkan besi-besi keras sebagai bahan jadi untuk kepentingan
bercocok tanam, merumput bahkan senjata-senjata perang berupa tombak, dan
pedang. Khabbablah orangnya yang ahli memproduksi semua itu
Setiap hari Khabbab
selalu di rumah mengerjakan pesanan orang-orang quraisy mekah, tetapi tidak
biasanya beliau tidak di rumah hingga para pelanggan dan pemesannya menunggu
dalam hitungan jam yang tidak sebentar, disaat semua tamu di rumah Khabbab mulai
sudah agak lama menunggu beliau, datanglah ia dari kejauhan, setelah ditanyakan
oleh tamunya beliau tampa ragu menjawab dari rumah Arqam, dengan bangganya
beliau langsung bercerita dan menunjukkan kegirangannya ketika bertemu dengan rasul
akhir zaman, dengan bengganya pula beliau bercerita bahwa ia telah mengucapkan
dua kalimat syakral syahadatain. Cerita itu ternyata membuat para tamu
ini naik darah hingga mereka menyiksa Khabbab bin Arats, ia mengerang
kesakitan, pilu bahkan ia ingin membalas kebejatan quraisy tapi ia sadar diri
jika ia sampai melawan mereka maka siksaan para kuffar pasti akan lebih
parah bahkan nyawanya pun akan menjadi tebusannya, ia tetap bersabar dengan
penyiksaan tersebut hingga fisik dan jiwanya tidak sanggup lagi menerima
panasnya besi yang di lilitkan ke tubuhnya dan Khabbab pun terjatuh tak
sadarkan diri, ketika ia mulai siuman dan melihat di sekelilingnya, para tamu
bejat tadi sudah tidak ada lagi di hadapannya. Dengan adanya penyiksaan
tersebut ia semakin yakin jika agama baru ini benar dari allah sang pencipta
alam.
Mereka menyiksa Khabbab
tidak dengan cara biasa, tetapi terlebih dahulu memanaskan besi di atas bara
api yang tersedia di rumah habbab lalu mereka meletakkannya di atas kepala dan
melilitkannya pada kedua tangan dan kaki, namun kesemuanya itu tidak
menggoyahkan iman yang baru tertancap di hatinya, hingga suatu hari beliau dan orang-orang
beriman dari kalangan orang-orang lemah mendatangi Rasulullah hendak mengadukan
nasib yang menimpanya “apakah engkau tidak ingin mendoakan kami agar orang-orang
qurasy tidak lagi menyiksa kami” tapi Rasulullah
menampakkan wajah tidak senang dengan apa yang di ucapkan Khabbab ini, lalu
beliau berkata “tidakkah engkau tahu, bahwa umat sebelum kamu, penderitaannya
jauh dari seperti yang engkau alami, dari ujung kaki hingga leher mereka di
kubur dalam tanah, yang tersisa hanyalah leher dan kepalanya, mereka di siksa
dan digergaji kepalanya namun mereka tetap dalam ke imanannya kepada Allah SWA”.
Setelah mendengar ucapan Rasulullah ini beliau merasa menyesal dan tidak lagi
merintih akan siksaan orang-orang kepadanya.
Orang-orang qurasy
merasa kelimpungan menghadapi ketabahan Khabbab, sedikitpun mereka tidak
melihat kendornya iman dari jiwanya, hingga akhirnya mereka mengadukan hal
tersebut kepada mantan majikan yang telah membebaskan Khabbab dari
kebuda’annya, Ummi Ammar, lalu ia menyanggupi permintaan quraisy itu. Datanglah
ia kepada mantan budaknya tersebut dan memintanya agar khabbab meninggalkan
keyakinan barunya itu dan kembali kepada agama nenek moyang mereka, tetapi
ajakan mantan majikannya ini tidak juga mempengaruhi keyakinan baru yang di
peroleh Khabbab di rumah Arqam tersebut, melihat sikap cuek khabbab ini Ummi
Ammar pun merasa tidak di hargai dan ia pun seperti kebanyakan orang qurasy,
menyiksa Khabbab dengan sepedih-pedihnya siksaan, kebetulan pada saat itu Rasulullah
melintas dan melihat penyiksaan Ummi Ammar pada Khabbab, hati Rasulullah terenyuh
hingga jiwa terdalamnya menangis dan membisikkan doa kepada allah saw agar Allah
membalas orang-orang yang telah menyiksa Khabbab bin Arast ini, tak lama
kemudian doa beliau ini dijawab oleh Allah SAW, Ummi Ammar, mantan majikan yang
juga penyiksa Khabbab mendapat balasan yang setimpat dari Allah, ia mendapatkan
penyakit aneh, penyakit tersebut sakitnya agak mendingan jika kepalanya di
gosok pagi dan sore dengan besi yang di panaskan.
Khabbab juga di
kenal sebagai guru al-Quran, beliau mendatangi rumah ke rumah untuk mengajarkan
wahyu yang di turunkan secara berangsur kepada para sahabat dari kalangan
orang-orang lemah yang seiman, hal ini sebagaimana di ungkapkan Abdullah bin Mas’ud,
bahwa kepada Khabbablah rujukannya jika ingin membaca al-Quran sebagaimana baca’an
wahyu yang di turunkan kepada Rasulullah. Juga beliaulah guru dari Fatimah
binti Khattab adik Umar bin Khattab dan suaminya Sa’id bin Zaid, ketika beliau
mengajarkan al-Quran kepada keduanya, tampa di duga suaranya kedengaran oleh Umar bin Khattab dan beliau
langsung bersembunyi. Umar yang di kenal
amat memusuhi Islam, marah dan memukul adik dan iparnya tersebut, tapi
Fatimah sudah dirasuki kepercayaan baru bahkan sebab keyakinan itu, Fatimah dan
suaminya berani terang-terangan membaca syahadat di depan Umar. Umar yang di
kenal tegas dan tindakannya adalah cerminan kata hatinya, melihat bundelan
mushaf dan langsung merebutnya lalu membacanya. Al-Quran adalah kalamullah,
isinya bukan perkataan manusia, tetapi kata-kata dari sang pencipta manusia itu
sendiri sedangkan Umar, pandangannya tajam, bacaannya sesuai dengan hati
nuraninya, melihat kebenaran firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad, yang
saat itu jadi cemo’ohan kaum qurasy, Umar langsung bungkam, hati terdalamnya
langsung membenarkan apa yang telah dibacanya barusan, bukan Umar namanya jika
tidak mengikuti kebenaran, ia langsung bertanya kepada adiknya dimana ia dapat
menemuhi Muhammad pembawa agama baru itu, Khabbab langsung meloncat dari
persembunyiannya dan berkata di rumah Arqam bin Abil Arqam. Ketika Umar menyatakan
keinginannya masuk Islam, Khabbab berkata semuga benar apa yang didoakan Rasulullah
“semuga Allah memulyakan Islam dengan imannya salah satu dari Abul Hakam bin
Hisyam dan Umar bin Khatthab”.
Selama hidupnya
Khabbab tak pernah alpa dari peperangan menyertai Rasulullah, beliau juga di
awal-awal Islam telah dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan Jubair bin Atiq.
Kecintaannya kepada agama Islam dan harta yang melimpah tidak serta merta
memalingkan ia dari Allah. Pada masa kehalifahan Umar bin Khattab dan Usman bin
Affan, ia mendapatkan gaji dari baitul mal, karena ia termasuk orang yang
mula-mula masuk Islam dari golongan sahabat muhajirin, dengan gajinya pula ia
bisa membangun rumah di Kufah. Semua gaji yang di berikan dari baitul mal ia
taruh di ruang tamu hingga para sahabat yang bertamu kerumah Khabbab jika
membutuhkan uang langsung bisa mengambilnya karena memang tempat menyimpan uang
tersebut tidak di tutup jadi tamu bisa langsung mengambil sendiri, hal tersebut
dilakukannya sebagai bentuk kezuhudan beliau. Ia pernah berujar “bagaimana aku
bisa memperkaya diri dengan harta itu sedangkan sahabat yang telah mendahuluiku
telah menaruh iman di hadapan Allah bagaimana aku akan menaruh harta sedangkan
setelah mati harta tidak mungkin bisa di bawa kehadapan Allah.
Di usia yang mulai
senja, ia tetap konsisten dalam ajaran agama, meski dia seorang muhajirin
tetapi sahabat-sahabat baik yang ansor atau muhajirin muncintainya, semua itu
karena pribadinya yang penyayang, tegas, dan ta’at terhadap agama, sipandai
besi dan pembuat senjata handal di masa jahilyah ini wafat tepat padah tahun 37
hijriyah, ajarannya abadi dan menyebar keseluruh penjuru Negara Islam bahkan
dunia tetap akan dikenang, ia di kenal sebagai orang yang tabah terhadap
siksaan kuffar dan guru utama al-Quran di masanya.
*Nasrullah/Aschal*
0 komentar:
Posting Komentar