UMAT ISLAM JANGAN TERTIPU UANG 50 RIBU
Oleh Drs. KH. Djasuli Noer, Lc.
Umat Islam
sebagai umat mayoritas di Negara yang menganut system demokrasi menjadi bagian
tersendiri yang selalu menarik untuk dikaji. Semua unsur pertanyaan kerap
muncul kepada segenap kaum mayoritas ini, muslimin. Apa yang semestinya menjadi
pijakan, bagaimana muslimin harus menyikapi dan beberapa aspek yang lain.
Ikutilah wawancara reporter ASCHAL, M. Rofii dan Agus Mukafi bersama Drs. KH.
Djasuli Noer, Lc., Pengasuh pondok Pesantren Nurul Amanah sekaligus mantan
ketua KPU Kab. Bangkalan.
Gambaran umum Pemilu 2014?
Pemilu 2014 ini sebagai mata rantai
sistem pemilu di Indonesia mulai tahun 1999, 2004, 2009 dan sekarang 2014.
artinya bahwa ada UU yang mengatur tentang bagaimana pemilu di Indonesia dan lembaganya pun juga telah ditetapkan secara permanen berdiri
secara nasional yaitu komisi pemilihan
umum sehingga pelaksanaan itu akan tidak banyak berubah. kalau toh ada, tidak
terlalu signifikan.
pemilu yang akan dilaksanakan 2014
ini tetap sebagaimana pemilu sebelumnya
berdasarkan UU yang di revisi dari satu periode ke periode yang lain, yang
kelihatannya bahwa kalau dari pemilu 2009 itu batas minimal untuk bisa
mengajukan seorang presiden itu 20% dari jumlah kursi perolehan kursi di DPR, atau 25% dari perolehan suara
yang sah secara nasional dimana pemenangnya adalah satu satunya yang dapat 20%
itu hanya partai Demokrat, maka untuk pemilu 2014 juga akan terjadi kembali
koalisi koalisi untuk bisa mengusung presiden dan calon presiden apalagi
aturannya semakin diperketat, nilai perolehan suaranya itu semakin di batasi
semakin ketat.
Oleh karena itu di harapkan hasil
pemilu 2014 ini akan menghasilkan seorang pemimpin Bangsa yang lebih kredibel,
lebih mempunyai integrasi, yang jelas punya kapabilitas dan integritas yang
tinggi untuk mensejahterakan Bangsa dan memajukan negara Republik Indonesia kita ini.
yang perlu di persiapkan oleh Bangsa
khususnya umat Islam?
Bahwa pemilu itu adalah salah satu
pilar dari organisasi dan pilar dari demokrasi dimana untuk bisa tegaknya suatu
negara demokrasi salah satu unsur dari pilar tersebut yaitu pemilu itu sendiri.
Jadi andai saja bangsa Indonesia khususnya umat Islam ingin pemimpin sesuai
dengan prinsip prinsip agama Islam sebagaimana halnya “tasorruful imam
alarroiyatihi manutun bil maslahah” , bahwa tindakan pemimpin bangsa di
dalam Islam itu harus senantisa berorentasi pada kepentingan rakyat, ini
artinya adalah bahwa roh-roh demokrasi juga terkandung dalam agama Islam yang
mana demokrasi itu adalah kekuasaan tertinggi yang ada di tangan rakyat yang
itu di implementasikan dari perwakilan rakyat yang ada, sehingga nanti rakyat
yang memilih termasuk umat Islam
didalamnya betul-betul yang sesuai nurani rakyat dan berkemampuan, harus dipercaya
oleh rakyat dan bisa mengemban amanah yang berkeadilan sehingga supermasi hukum
sebagai tolak ukur berdirinya demokrasi yang baik juga bisa berjalan dengan
baik; dedikasi yang baik kemudian legislasinya berjalan dengan baik, dan
ekskutifnya juga berjalan dengan baik.
sebagai pilar demokrasi, hal ini harus bisa
difilter sedemikian rupa dalam pemilih ini sehingga sangat disesalkan apabila
dipemilu 2014 ini masih terjadi praktek-praktek manipolitik dan pembodohan terhadap rakyat secara politis
sehingga demokrasi akan terhambat karna akan muncul pemimpin yang kontraktual;
saya bayar jadi pemimpin dan saya beli dan nanti harus di bayar oleh rakyat. dan hal ini yang terjadi pada
rakyat karena adanya penyimpangan disistem demokrasi itu sendriri, dimana rakyat
memilih bukan karna kesadaran tapi karena iming-iming manipolitik dan sebagainya
yang serupa dengan itu.
Oleh karena itu padahal tolak ukur
keberhasilan pemilu bukan karena
banyaknya pemilih yang datang ke TPS
untuk memberikan suara tapi bagaiaman paska pemilu itu bisa menciptakan demokrasi yang lebih baik yang berorientasi terhadap kepentingan rakyat
yang lebih besar.
pemilu menurut Islam?
ada beberapa contoh yang diberikan oleh
Islam bahwa demokrasi itu sah-sah saja karena pada setelah wafatnya rosulullah
SAW disitu ada penunjukan, dimana
sayyidina Abu Bakar ra. semua sepakat
para sohabat besar memilih sayyidina Abu Bakar ,setelah Abu Bakar pada
sayyidina Umar bertunjukan tapi setelah itu ada sistem ahlul halli wal aqdi,
dan ahlul halli wal aqdi ini mirip dengan wakil-wakil rakyat yang harus memilih
presiden. Jadi ada lembaga yang memilih pimpinan itu mirip dengan ahlul halli
wal aqdi tapi tidak secara langsung. jadi sebetulnya sistem pemilihan presiden
sebelum memilih secara langsung,itu lebih pas untuk pemilihan menurut islami
karena lebih meminimalisir rakyat agar tidak salah pilih dalam menentukan
kepala negara.
Berarti demokrasi secara langsung
ala Indonesia tidak sesuai dengan demokrasi Islam?
Saya tidak mengatakan demikian akan
tetapi unsur bahwa yang menentukan kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat,
itu sudah terpenuhi. Karena di situ juga ada persamaan. Dalam demokrasi
Indonesia itu ada kebebasan bersuara, kebebasan berbicara dan kebebasan
berpendapat. Di Islampun demikian, ada hurryatul I’tiqad dan Hurriyaturra’yi.
Ini kan sama. jadi selama unsur-unsur itu terpenuhi, ada unsur-unsur
sebagaimana unsur yang ada dalam demokrasi.
Apa itu berarti demokrasi Indonesia
sudah sangat Islami?
Saya tidak berani mengatakan seperti
itu karena masih banyak penyimpangan-penyimpangan supermasi hukum. kayak nya supermasi hukum ini masih berjalan
di tempat, padahal kalau agama Islam sudah jelas nabi Muhammad bersabda, “law
anna fatimatah sariqat, la qata’tu yadaha” . Islam mamandang sama.
sekalipun itu putri rasul sendiri kalau mencuri akan di potong tanagnnya. itu
menegaskan bahwa supermasi hukum sangat di hormati dalam Islam. Demokrasi kita
masih belum mencapai kesana terbukti masih banyak kasus-kasus hukum tidak bisa
terselesaikan. bukan demokrasinya yang salah tapi para penegak-penegaknya yang
belum memenuhi harapan rakyat.
Berarti yang tidak tidak islami itu
oknumnya ?
Iya orang-orangnya yang perlu kesadaran lebih.
demokrasi sering adanya pertikaian
antar kerabat pandangan pak kiai ?
Ia itu karena kurang dewasa dalam
berpolitik bukan karena demokrasinya. karena demokrasi itu umum memilih. kalau
masing-masing sadar dan bahwa kebebasan
untuk menetukan suara dan bebas berpendapat itu hak semua orang, kalau
masing-masing sadar akan semua itu seharusnya tidak perlu ada pertikaian.
Hukum memilih presiden menurut Islam
?
Wajib. “La yashluhul qaumu faudlo
la surota lahum wala surota idza kana juhhaluhum sadu”, Tidak baik dalam
satu komunitas tanpa ada pemimpin tetapi akan terjadi kekacauan manakala yang
bodoh yang di angkat jadi pemimpin.
berarti indikasinya GOLPUT haram iya
pak kiai ?
Iya Golput itu kan hak dia untuk
menentukan suara atau tidak. Kalau golput itu beralasan karena apatisme yang
muncul dan ditumbuh oleh komunitas itu sendiri ya jangan menyalahkan rakyatnya.
Yang perlu dibenahi itu justru adalah perilaku pemimpinnya supaya jangan sampai
ada golput. Bagaimana pemimpin bangsa ini bisa meyakinkan bahwa dia akan
bergerak lebih baik sehingga tidak ada rakyat yang memilih golput.
Hukum dasar golput. Tanpa
mempertimbangkan hal diatas?
Ya tidak boleh karna diharuskan ada
pemimpin. Dalam rumah tangga saja harus ada seorang pemimpin.
Berarti sepakat haram?
Ia haram. Tapi, okelah sepakat
haram. tapi kan alhukmu yaduru ma’al illah wujudan aw adaman sekalipun
golput itu haram tetapi kalau menurut dia (rakyat) yang muncul sebagai calon
pemimpin tidak ada yang layak maka dia golput ya tidak apa-apa ketika dalam
posisi seperti itu.
Kira-kira, para kandidat indonesia
adakah yang layak?
Ya pasti. Masak orang sejumlah 150
juta tidak ada yang layak untuk jadi pemimpin. Cuma yang sekarang kan begini, bahwa
partai politik itu, berdasarkan survei akhir-akhir ini justru banyak yang bukan
kader partai yang diminati oleh rakyat untuk ditokohkan sebagai pemimpin
bangsa. Pemimpin nasional. Seperti halnya jokowi. Ternyata dia popularitas dan
angketnya lebih tinggi dibandingkan dengan tokoh-tokoh partai yang lain yang
ada di dalam partai itu sendiri. Jadi indikasinya apa? Bahwa partai hendaknya
mengurangi oligarsi dan dinasti partai secara internal, harus membuka diri
bagaimana sebayak-banyaknya jangan keputusan menentukan pemimpin itu hanya
ketua, sekretaris partai, dan pengurus partai. Mbok yo harus mendengarkan arus
bawah dan mengkaji. Karna seperti konvensi itu sangat lebih cerdas dalam
menyarap aspirasi rakyat lebih banyak.
Kombali ke konteks ke Indonesiaan
dalam menyambut pemilu 2014 yang menurut pandangan pak kiai sudah pasti ada
yang layak. Pertanyaannya, Golput dalam hal ini?
Pada dasarnya kan golput itu tidak
boleh. Ya jadi kewajiban KPU dan semua instansi yang terkait untuk
menghilangkan rasa apatisme masyarakat, memberikan rasa kepercayaan rakyat.
Kalau sudah tau rakyat apatis bagaimana sekiranya bisa memberi stimulus kepada
rakyat supaya bisa bangkit lagi untuk bersemangat memilih pimpinan. Dan itu
pekerjaan yang tidak mudah.
Kriteria presiden yang pas untuk
Indonesia yang multi berbagai aspek termasuk juga multi agama?
Ya kita kembali kepada undang-undang
dasar 1945, kembali kepada pancasila yang sudah kita yakini sebagai falsafah
negara. Ya sebagaimana kriteria pemimpin yang sudah dituangkan dalam kriteria
KPU bisa terpenuhi secara ke Indonesiaan. Tetapi secara umum kan pemimpin itu harus
punya integritas dan moralitas yang tinggi, bisa diterima oleh masyarakat dan
yang punya kemampuan, keberanian, kejujuran dan lain sebagainya.
Kalau misalnya yang berintegritas
itu non muslim sedangkan mayoritas bangsanya beragama Islam?
Ya salahnya umat Islam sendiri
(sambil tertawa). umat islam sendiri yang seperti itu kan?!. Karna kita
mestinya jangan sampai terbawa oleh sentimen agama karna kita dalam konteks ke
Indonesiaan. Kedudukan kita sama baik muslim maupun non Islam dimata negara
republik Indonesia. Tetapi di mata agama kita, Innddina ‘inda Allahi al- Islam,
itu sudah tidak bisa dirobah-robah dan tidak bisa ditawar-tawar lagi secara
aqidah. Tapi secara keIndonesiaan, meskipun selama pemimpinnya adalah muslim
kan tidak ada yang namanya non muslim di kucilkan dalam negara NKRI. Hal itu
tidak ada. Maka jangan sampai justru terjadi sebaliknya. Kita kan mengenal
kerukunan umat beragama dan lain sebagainya.
Cuman, kalau kita masih bisa, apa
salahnya umat Islam memilih orang Islam. Apa salahnya kalau selama ada orang
Islam yang baik dan layak kok malah memilih yang non muslim. Kullu Hizbin
Bima Ladaihim Farihun, setiap orang itu mesti akan bangga dengan
golongannya sendiri. Dan hal itu naluri manusia, baik muslim maupun yang non
muslim sama-sama punya sikap yang seperti itu.
Himabauan kepada masyarakat
menjelang pemilu 2014 ?
Marilah kita sadari bahwa pemilu itu
bagian dari memilih pemimpin kedepan. Bahwa kita harus sadar, bahwa itu adalah
kewajiban kita baik berbangsa dan bernagara karena kita sangat butuh secara
keagamaan harus ada pemimpin yang benar yang punya integritas tinggi dan akhlak
serta moralitas yang tinggi yang bmemikirkan rakyat . jangan tertipu oleh
propaganda pemimpin yang hanya saat menjelang pemilu. Dan jangan tertipu hanya
karena uang lima puluh ribu sudah terkecoh untuk memilih. Kita diberi lima
puluh ribu untuk memilih dia tapi setelah itu dia tidak memikirkan
kita lagi. Ini yang harus menjadi pelajaran bagi bangsa kita.
0 komentar:
Posting Komentar