Rengsa Senja
By: Kang Aaf.
Rr
Air matamu begitu mudah kering
Seakan kamu lupa bagaimana aku
Aku juga belum sempat mengusapnya
Tapi tawamu ringan sekali terdengar di telingaku
Sungguh bisa apa aku
Bila senyumku
Harus berlanjut hari esok
Karena isak
saat ini masih tersisa
Cibiran
Tombak Mengguyur Badai
By:
O’im di Ruang sederhana, 15-11-13
Setetes
dua tetes akhirnya mengguyur
Awan
terusik oleh cibiran-cibiran tombak
Setajam
belati menyentuh hati
Gerimis
demi gerimis ujungnya badai
Semudah
merangkai huruf demi huruf seharum bangkai
Dan
dihanyutkan pada tepian-tepian
Memudarkan
nyenyak pera punggawa
Dan
terbangun berbondong-bondong
Teriakan
kata “Bubarkan!!!”
Nyaring
dirasa dan telinga
Awan
tidak tersipu malu
Dan
tidak tahu malu
Pada
api-api yang hampir dipadamkannya
Api
yang berkobar di ruang gelap berpenghuni
Rindu
Belaianmu Bunda
*puisi
kecil untuk Ibu Pertiwi
By: Raden
Dimas Faisol Ibnu Huri
Dari mu aku ada
Dibuai dalam kehangatan cinta
Dalam birunya samudra
Serta hijaunya alam raya
Kau ajarkan aku akan indahnya samudra
Bersatu dalam bineka tunggal ika
Ini aku tumbuh menjadi dewasa
Dan kau semakin menua
Tubuhmu yang tak bisa lagi menjaga
Akan ketuhan banngsa
Kau masih dipaksa untuk bekerja
Wahai putera bangsa
Dimana kau berada
Ibum mu kini terluka, namun kau tak berbuat apa-apa
Kau bilang kau telah dewasa
Namun kau tak juga merasa
Bahwa di pundak mulah harapan bangsa
Menanti
Senyummu
By: Ayang
Ibhu
Awal waktu ini
Bukanlah engkau
Lengkungan senyummu begitu terasa
lelah
Keringatmu ingin ku usap
Namun terlalu jauh
Kau.. satu langkahmu begitu
berarti
Kau tanamkan dua sayap untukku
Keinginanku dan harapanmu
Semua ini terasa bertentangan
Bahkan terlalu jauh di saat tak
kufahami
Ingin sekali ku buat lengkungan
indah di bibirmu
Sepertinya sulit untuk ku jajaki
Aku masih berusaha
Menanti senyum dan bahagia ibu
Tapi bisakah kiranya aku tanpa
berubah
0 komentar:
Posting Komentar